Dasar Hukum Perbuatan Nusyuz
Dalam kehidupan rumah tangga, tidak selalu terjadi keharmonisan, meskipun jauh dari sebelumnya, sewaktu melaksanakan perkawinan dikhutbahkan agar suami-isteri bisa saling menjaga untuk dapat terciptanya kehidupan yang mawaddah warahmah diantara mereka. Akan tetapi, dalam kenyataanya konflik dan kesalah-pahaman diantara mereka kerap kali terjadi sehingga melunturkan semua yang diharapkan.
Timbulnya konflik dalam rumah tangga tersebut pada akhirnya kerap kali mengarah pada apa yang disebut dalam fiqh dengan istilah nusyuz.
Bentuk-bentuk Perbuatan Nusyuz
Bentuk perbuatan nusyuz, yang berupa perkataan dari pihak suami atau isteri adalah memaki-maki dan menghina pasanganya, sedangkan nusyuz yang berupa perbuatan adalah mengabaikan hak pasanganya atas dirinya, berfoya-foya dengan orang lain, atau menganggap hina atau rendah terhadap pasanganya sendiri.
Dari pengertian nusyuz sebagaima yang telah dijelaskan di atas yaitu sebagai sikap pembangkanggan terhadap kewajiban-kewajiban dalam kehidupan perkawinan, sebenarnya para ulama telah mencoba melakukan klasifikasi tentang bentuk-bentuk perubuatan nusyuz itu sendiri.
Menyikapi Nusyuz Istri
Ada
empat tahap jalan keluar yang diajarkan Islam untuk mengatasi nusyuz isteri.
Tahap pertama, pemberian nasihat. Yaitu, dengan cara mengingatkan
isterinya secara sopan, lemah lembut dan jelas, agar bisa menyadari
kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan. Juga dengan menasihatinya agar
bertakwa kepada Allah SWT dan belajar lebih baik mengenai apa yang menjadi
kewajiban isteri kepada suami.
Tahap kedua, berpisah ranjang dan tidak saling tegur sapa. Ini merupakan
tahap lanjutan, ketika tahap pertama tidak berhasil menyudahi nusyuz isteri. Khusus mengenai
tidak bertegur sapa, batas waktu yang diperbolehkan adalah maksimal tiga hari.
Nabi bersabda, ”Tidak halal bagi seorang muslim untuk tidak bertegur sapa
dengan saudaranya lebih dari tiga hari tiga malam.” (HR. Abu Dawud, dan
an-Nasa’i)
Tahap ketiga, memukul isteri dengan pukulan yang ringan dan tidak
melukai. Dalam konteks ini, syariat
memberikan kriteria sebatas apa pemukulan boleh dilakukan, yaitu:
1.
Tidak memukul bagian muka (wajah), karena muka adalah bagian tubuh yang paling
terhormat.
2.
Tidak memukul perut atau bagian tubuh lain yang yang dapat menyebabkan kematian,
karena pemukulan ini tidak dimaksudkan untuk menciderai, melainkan untuk
mengubah sikap nusyuz isteri.
3. Tidak memukul di satu tempat, karena
akan menambah rasa sakit dan akan memperbesar timbulnya bahaya.
4. Tidak memukul dengan alat yang bisa
melukai. Dalam hal ini, mazhab Hanafi menganjurkan penggunaan alat berupa
sepuluh lidi atau kurang dari itu, sesuai sabda Nabi, ”Tidak dibenarkan
seorang dari kamu memukul dengan pemukul yang lebih dari sepuluh lidi kecuali
untuk melakukan hal yang telah ditetapkan olah Allah SWT.” (HR. Al-Bukhari
dan Muslim)
Menyikapi
Nusyuz Suami
Nusyuz suami
dalam Alquran dan fikih Islam disebut juga dengan istilah i’raadh yang
berarti ”berpaling”. Mungkin ini dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa kebanyakan
nusyuz suami dalam prakteknya sering berupa ”keberpalingan” dari isteri. Bisa
jadi sebabnya adalah tindakan isteri yang kurang ”memuaskan”, atau keadaan
isteri yang sudah tidak lagi memperhatikan atau menjaga penampilan dan
kecantikannya. Menghadapi nusyuz suami,
1. Bersabar dan mengikuti jalan damai
dengan cara, misalnya, meminta pengertian dan mengingatkan ”kelalaian”
suaminya, atau menggunakan perantara juru damai untuk menengahi dan membantu
menyelesaikan masalah.
2. Mengajukan khulu’ (gugat
cerai) ke pengadilan. Ini sudah sepatutnya dilakukan jika perceraian dinilai
secara rasional dan sosial sebagai langkah terbaik untuk menyelamatkan kedua
belah pihak dan sulit ditanggulangi selama ikatan perkawinan masih berlangsung.
Hak Bersama Suami Istri
- Suami istri, hendaknya saling menumbuhkan suasana mawaddah dan rahmah.
- Hendaknya saling mempercayai dan memahami sifat masing-masing pasangannya.
- Hendaknya menghiasi dengan pergaulan yang harmonis.
- Hendaknya saling menasehati dalam kebaikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar