- Pegertian Ilmu Kenegaraan
Jika ditinjau dari segi istilah, maka istilah
Ilmu Kenegaraan (Staatswetenschap/General
Sate Science) merupakan istilah yang tertua
disamping Ilmu Negara (Staats Leer)
dan Ilmu Politik (Wetenschap der Politiek).
Pengertian istilah staatswetenschap bukanlah ilmu
kenegaraan yang ditinjau dari sudut hukum saja, tetapi juga dari sudut ekonomi
sebagai akibat dari pengaruh merkantilisme.
Merkantilisme adalah politik ekonomi
di Eropa Barat yang menyamakan uang
dengan kekayaan, berusaha memperoleh emas, meningkatkan hasil produksi pabrik
dan ekspor, pembea-an impor dan memeras negara jajahan.
Aliran merkantilisme disebut juga
ajaran neraca perdagangan karena berusaha untuk membuat neraca perdagangan lebih
aktif, artinya volume ekspor harus lebih
besar dari impor sehingga mendapatkan keuntungan.
- Pengertian Ilmu Negara
Istilah Ilmu Negara berasal dari bahasa Belanda, Staatsleer yang diambil dari istilah
bahasa Jerman Staatslehre. Dalam bahasa Inggris disebut The General Theory of State atau Political Theory.
Istilah Ilmu Negara pertama kali
diperkenalkan oleh George Jellinek yang disebut sebagai Bapak Ilmu Negara. George
Jellinek memandang ilmu negara sebagai suatu keseluruhan dan membaginya ke dalam
bagian-bagian yang berhubungan satu sama lain.
Di
Indonesia, universitas yang pertama kali menggunakan istilah Ilmu Negara adalah
Universitas Gadjah Mada – Yogyakarta.
Menurut Kranenburg, Ilmu Negara
adalah ilmu tentang negara, dimana diadakan penyelidikan tentang sifat hakekat,
struktur, bentuk, asal mula, ciri-ciri serta
seluruh persoalan di sekitar negara.
Selanjutnya, Kranenburg berpendapat
bahwa Ilmu Negara merupakan cabang penyelidikan
ilmiah yang masih muda walaupun
menurut sifat dan hakekatnya merupakan cabang ilmu pengetahuan yang tua karena sebenarnya Ilmu Negara sudah
dikenal sebagai suatu ilmu pengetahuan
sejak zaman Yunani Kuno.
Ilmu negara adalah ilmu yang
menyelidiki pengertian-pengertian pokok
dan sendi-sendi pokok dari negara dan hukum negara pada umumnya. Pengertian
menitik beratkan pada suatu pengetahuan,
sedangkan sendi menitik beratkan pada suatu asas atau kebenaran.
Ilmu
negara mempelajari negara secara umum, mengenai asal-usulnya, wujudnya,
lenyapnya, perkembangannya dan jenis-jenisnya.
Selain
itu, Prof. M. Nasroen, SH, menyatakan
bahwa Ilmu Negara Umum adalah suatu ilmu pengetahuan tertentu. Sebagai suatu ilmu pengetahuan, maka Ilmu
Negara Umum akan mencari dan menetapkan
suatu ketentuan dan kebenaran terhadap pokok penyelidikannya, yaitu negara.
Jadi, Ilmu Negara Umum harus menjawab pertanyaan mengenai negara.
A. OBJEK
ILMU NEGARA
Menurut Kranenburg, obyek penyelidikan Ilmu Negara adalah
negara, dimana dalam ilmu negara diselidiki asal mula, sifat, hakekat dan segala
sesuatu yang berkaitan dengan negara. Ilmu Negara menitikberatkan
penyelidikannya kepada pengertian negara
secara umum.
Prof.
M. Nasroen SH, dalam hal ini sependapat dengan Kranenburg, menurutnya, sebab wujud dari Ilmu Negara Umum adalah
menyelidiki dan menetapkan asal mula,
inti sari dan wujud negara pada umumnya.
Obyek
penyelidikan ilmu negara adalah negara secara umum, sehingga ia sering disebut
sebagai ilmu negara umum.
Jadi,
dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup serta obyek penyelidikan Ilmu Negara
adalah negara dalam pengertian abstrak, terlepas dari waktu dan tempat,
bukan suatu negara tertentu yang secara positif ada pada suatu waktu dan
tempat tertentu. Ilmu Negara menyelidiki
pengertian-pengertian pokok (grondbegrippen)
dan sendi-sendi pokok (grondbeginselen) dari negara yang berlaku untuk dan terdapat
pada setiap negara.
1. Negara
Negara
berasal dari bahasa latin, status atau
statum yang berarti keadaan yang
tegak dan tetap atau sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak dan tetap.
Hasil
Konvensi Montevideo Tahun 1993 menyatakan,bahwa : Negara sebagai pribadi hukum
internasional seharusnya memiliki
kualifikasi sebagai berikut :
a.
Penduduk
yang menetap.
b.
Wilayah
tertentu
c.
Suatu
pemerintahan
d.
Kemampuan untuk berhubungan dengan negara-negara lain.
Negara
adalah suatu wilayah di permukaan bumi yang kekuasaannya, baik militer,
politik, ekonomi maupun sosial budayanya diatur oleh pemerintahan yang berada di wilayah tersebut.
Negara
adalah pengorganisasian masyarakat yang berbeda dengan bentuk organisasi lain
terutama karena hak negara untuk mencabut nyawa seseorang.
Fenwick
mengatakan bahwa negara adalah suatu masyarakat politik yang diorganisir secara
tetap, yang menduduki suatu daerah tertentu dan menikmati dalam batas-batas daerah
tertentu suatu kemerdekaan dari pengawasan negara lain, sehingga ia dapat
bertindak sebagai badan yang merdeka di muka dunia.
Jika
ditinjau dari sudut pandang sosiologi,
negara adalah kelompok politis persekutuan hidup orang yang banyak
jumlahnya dan terikat oleh perasaaan senasib dan seperjuangan. Membicarakan negara berarti membicarakan
masyarakat dan manusia.
Untuk
dapat menjadi suatu negara maka ada beberapa syarat atau unsur yang harus
dipenuhi, yaitu :
a.
Rakyat
Rakyat yaitu sejumlah orang yang menerima keberadaan
organisasi ini.
Oppenheim – Lauterpacht berpendapat bahwa rakyat adalah
kumpulan manusia dari kedua jenis kelamin yang hidup bersama merupakan suatu
masyarakat, meskipun mereka berasal dari keturunan yang berlainan, menganut
kepercayaan yang berlainan, memiliki warna kulit yang berlainan.
Selain itu, para ahli yang lain berpendapat bahwa ide
atau cita-cita untuk bersatu merupakan sesuatu hal yang sangat penting untuk
dapat membentuk suatu bangsa yang akan hidup dalam suatu negara. Oleh karena itu, rakyat yang mempunyai
cita-cita untuk bersatu merupakan unsur yang sangat penting bagi negara.
Dahulu orang berpendapat bahwa suatu bangsa hanya dapat
dibentuk oleh suatu masyarakat yang berasal dari satu keturunan, satu bahasa
dan satu adat istiadat, namun pendapat ini tidak dapat dipertahankan karena
tidak terbukti kebenarannya. Misalnya :
bangsa Indonesia, Swiss, USA dll terdiri dari masyarakat yang memiliki adat
istiadat dan bahasa yang berbeda.
b.
Wilayah tertentu tempat negara itu berada
Antara wilayah satu negara dengan wilayah negara yang
lain dibatasi oleh batas tertentu.
Batas daerah suatu negara dapat terjadi dengan dua cara,
yaitu :
1)
Terjadi secara alamiah
(dibatasi oleh gunung, sungai dll).
2)
Ditentukan dengan mengadakan perjanjian dengan negara
lain yang berbatasan langsung dengan negara tersebut.
Dalam traktat/perjanjian internasional yang diadakan di
Paris pada tahun 1919 ditetapkan bahwa udara di atas tanah suatu negara,
termasuk wilayah negara tersebut.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa yang termasuk daerah suatu
negara adalan :
1)
Daratan
2)
Lautan.
Pada umumnya, lebar laut teritorial adalah 3 mil (5,5 km) yang dihitung dari garis pasang surut atau garis lurus yang
menghubungkan titik-titik terluar suatu kepulauan.
3)
Udara di atas teritorium daratan dan lautan tersebut.
Menempuh atau melintasi wilayah negara asing tanpa ijin
dari negara yang bersangkutan dianggap sebagai pelanggaran atas kedaulatan
negara tersebut dan tindakan tersebut dapat ditindak secara hukum oleh negara yang
bersangkutan.
c.
Pemerintahan
yang berdaulat
Pemerintah adalah orang atau beberapa
orang yang memerintah menurut hukum negaranya.
Utrecht berpendapat bahwa istilah pemerintah
meliputi 3 pengertian yang berbeda, yaitu :
1)
Pemerintah
sebagai gabungan dari semua badan kenegaraan yang berkuasa memerintah, dalam
arti kata yang luas. Jadi, termasuk semua badan-bnadan kenegaraan yang bertugas
menyelenggarakan kesehajahteraan umum yang meliputi eksekutif, yudikatif,
legislatif.
2)
Pemerintah
sebagai gabungan dari badan-badan kenegaraan yang tertinggi yang berkuasa
memerintah di suatu wilayah negara,
misalnya : Raja, Presiden, Yang Dipertuan Agung (Malaysia).
3)
Pemerintah dalam arti kepala negara (presiden)
bersama-sama dengan menteri-menterinya, yang berarti organ eksekutif yang
umumnya disebut dengan Dewan Menteri atau Kabinet.
Kedaulatan
adalah kekuasaan yang tertinggi, yaitu
kekuasaan yang tidak berada di bawah kekuasaan yang lain.
Pemerintah yang berdaulat berarti :
1)
Ke
dalam, pemerintah tersebut ditaati oleh
rakyatnya, dapat melaksanakan recthsorde (ketertiban hukum) dalam negara sehingga
kesejahteraan rakyat terjamin.
2)
Ke
luar, pemerintah negara tersebut mampu
mempertahankan kemerdekaannya terhadap serangan dari pihak lain.
Hal lain adalah apa yang disebut sebagai
kedaulatan, yakni bahwa negara diakui oleh warganya sebagai pemegang kekuasaan
tertinggi atas diri mereka pada wilayah tempat negara itu berada.
d.
Pengakuan
dari negara lain
Unsur ini bukan merupakan unsur atau syarat
mutlak terjadinya negara karena unsur ini bukan merupakan unsur pembentuk bagi
negara tetapi hanya bersifat menerangkan saja tentang adanya negara.
Tanpa pengakuan dari negara lain, suatu negara dapat
berdiri. Misalnya :
1)
Amerika
Serikat memproklamirkan kemerdekaannya pada tahun 1776, walaupun Inggris baru
mengakuinya pada tahun 1873.
2)
Indonesia memproklamirkan kemerdekaan pada
tahun 1945, Belanda baru mengumumkan pengakuannya pada tahun 1949.
Berkaitan dengan pengakuan dari negara lain, di kalangan
ahli hukum internasional terdapat dua teori yang bertentangan, yaitu :
1)
Declaratory
Theory/Evidentiary Theory (Teori Deklaratif)
golongan
yang menganut teori ini menyatakan bahwa apabila semua unsur-unsur negara
dimiliki oleh suatu masyarakat politik, maka otomatis ia merupakan suatu negara
dan harus diperlakukan sebagai negara oleh negara lain.
Dengan
kata lain, hukum internasional secara ipso
facto harus menganggap masyarakat politik yang bersangkutan sebagai
suatu negara dengan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang dengan sendirinya melekat
padanya. Pengakuan hanya bersifat ‘pencatatan’ dari negara-negara
lain bahwa negara baru tersebut telah ada.
2) Constitutive Theory (Teori Konstitutif)
Golongan yang menganut teori ini menyatakan bahwa walaupun unsur-unsur kenegaraan telah dimiliki
oleh suatu masyarakat politik, namun ia
tidak secara otomatis diterima sebagai suatu negara di antara masyarakat
internasional. Jika ada pernyataan dari
negara-negara lain yang mengakui masyarakat politik tersebut sebagai suatu
negara barulah masyrakat politik tersebut benar-benar telah memenuhi semua
syarat sebagai suatu negara dan dapat menikmati hak-haknya sebagai suatu negara
baru.
Unsur
rakyat, wilayah dan pemerintahan yang berdaulat merupakan unsur konstitutif,
sedangkan pengakuan dari negara lain merupakan unsur deklaratif.
Selain
itu, Wright juga mengemukakan syarat-syarat
yang harus dimiliki oleh suatu negara, yaitu :
a. Daerah
dengan batas-batas yang ditentukan secara tegas dengan prospek yang wajar untuk
mempertahankannya.
b. Kekuasaan
dengan kemampuan de facto untuk memerintah daerah tersebut.
c. Undang-undang
atau lembaga-lembaga yang dapat
memberikan perlindungan yang layak kepada orang asing, golongan minoritas dan
dapat menjamin ukuran keadilan yang patut diantara seluruh penduduk.
d. Pendapat
umum dengan lembaga-lembaga yang menyalurkannya yang memberikan petunjuk yang
layak mengenai keinginan untuk merdeka dan jaminan yang wajar bahwa syarat-syarat yang terpenting yang
dikemukakan di atas mempunyai sifat yang tetap.
Keberadaan negara,seperti organisasi
secara umum, adalah untuk memudahkan anggotanya (rakyat) mencapai tujuan
bersama atau cita-citanya. Keinginan bersama ini dirumuskan dalam suatu dokumen
yang disebut sebagai Konstitusi, termasuk didalamnya nilai-nilai yang dijunjung
tinggi oleh rakyat sebagai anggota negara. Sebagai dokumen yang mencantumkan
cita-cita bersama, maksud didirikannya negara Konstitusi merupakan dokumen
hukum tertinggi pada suatu negara. Karenanya dia juga mengatur bagaimana negara
dikelola. Konstitusi di Indonesia disebut sebagai Undang-Undang Dasar.
Dalam
bentuk modern negara terkait erat dengan keinginan rakyat untuk mencapai
kesejahteraan bersama dengan cara-cara yang demokratis. Bentuk paling kongkrit
pertemuan negara dengan rakyat adalah pelayanan publik, yakni pelayanan yang
diberikan negara pada rakyat. Terutama sesungguhnya adalah bagaimana negara
memberi pelayanan kepada rakyat secara keseluruhan, fungsi pelayanan paling
dasar adalah pemberian rasa aman. Negara menjalankan fungsi pelayanan keamanan
bagi seluruh rakyat bila semua rakyat merasa bahwa tidak ada ancaman dalam
kehidupannya. Dalam perkembangannya banyak negara memiliki kerajang layanan
yang berbeda bagi warganya.
Berbagai
keputusan harus dilakukan untuk mengikat seluruh warga negara, atau hukum, baik
yang merupakan penjabaran atas hal-hal yang tidak jelas dalam Konstitusi maupun
untuk menyesuaikan terhadap perkembangan jaman atau keinginan masyatakat, semua
kebijakan ini tercantum dalam suatu Undang-Undang. Pengambilan keputusan dalam
proses pembentukan Undang Undang haruslah dilakuakan secara demokratis, yakni
menghormati hak tiap orang untuk terlibat dalam pembuatan keputusan yang akan
mengikat mereka itu. Seperti juga dalam organisasi biasa, akan ada orang yang
mengurusi kepentingan rakyat banyak. Dalam suatu negara modern, orang-orang
yang mengurusi kehidupan rakyat banyak ini dipilih secara demokratis pula.
Negara
terkecil di dunia adalah Vatikan dengan luas 0,04 km2 kemudian diikuti oleh
Monako seluas 1,95 km2, Nauru seluas 21 km2, Tuvalu seluas 26 km2 dan San
Marino seluas 61 km2.
- Pengertian Negara Menurut Pendapat Para Ahli
a.
George Jellinek : Negara adalah organisasi kekuasaan dari
sekelompok manusia yang telah berkediaman di wilayah tertentu.
b.
Logemann : Negara adalah suatu organisasi kemasyarakatan
yang dengan kekuasaannya bertujuan untuk
mengatur dan menyelenggarakan
suatu masyarakat.
c.
George Wilhelm Friedrich Hegel : Negara merupakan
organisasi kesusilaan yang muncul sebagai sintesis dari kemerdekaan individual
dan kemerdekaan universal
d.
Krannenburg : Negara adalah suatu organisasi yang timbul
karena kehendak dari suatu golongan atau bangsanya sendiri.
e.
Roger F. Soltau : Negara adalah alat atau wewenang yang
mengatur atau mengendalikan persoalan bersama atas nama masyarakat.
f.
Prof. R. Djokosoetono :
Negara adalah suatu organisasi manusia atau kumpulan manusia yang berada
di bawah suatu pemerintahan yang sama.
g.
Prof. Mr. Soenarko : Negara ialah organisasi manyarakat
yang mempunyai daerah tertentu, dimana kekuasaan negara berlaku sepenuhnya
sebagai sebuah kedaulatan.
B. RUANG LINGKUP ILMU NEGARA
Ilmu Negara sebagai suatu
pengetahuan telah dikenal sejak zaman Yunani Purba. Ilmu Negara menitikberatkan
penyelidikannya kepada negara sebagai organisasi dalam pengertian umum.
Georg
Jellinek melihat Ilmu Negara dari dua sisi, yaitu :
1. Sisi
Tinjauan Sosiologis, terdiri dari :
a.
Teori Sifat Hakekat Negara
b.
Teori Pembenaran Hukum Negara
c.
Teori Terjadinya Negara
d.
Teori Tipe-tipe Negara
2.
Sisi Tinjauan Yuridis
a.
Teori Bentuk Negara dan Bentuk Pemerintahan
b.
Teori Kedaulutan
c.
Teori Unsur-unsur Negara
d.
Teori Fungsi Negara
e.
Teori konstitusi
f.
Teori Lembaga Perwakilan
g.
Teori Sendi-sendi Pemerintahan
h.
Teori Alat-alat Perlengkapan Negara
i.
Teori Kerjasama antar Negara
C. HUBUNGAN ILMU NEGARA DENGAN ILMU LAIN
Suatu ilmu pengetahuan tidak dapat
dipisahkan dengan ilmu pengetahuan lainnya. Tidak mungkin suatu ilmu
pengetahuan berdiri sendiri tanpa berhubungan atau dipengaruhi oleh ilmu
pengetahuan lainnya. Ilmu Negara
merupakan salah satu cabang dari Ilmu
Pengetahuan Sosial seperti halnya Politik, Hukum, Kebudayaan dll. Semua Ilmu
Pengetahuan pada akhirnya akan berinduk pada ilmu pengetahuan induk (mater
scientarium) yaitu filsafat. Oleh karena itu Ilmu Negara juga tidak dapat berdiri sendiri dan harus bekerja
sama dengan ilmu pengetahuan lainnya.
Selain memiliki hubungan yang bersifat umum dengan
ilmu pengetahuan lainnya, maka Ilmu Negara juga memiliki hubungan yang bersifat
khusus dengan ilmu pengetahuan sosial
tertentu yang memiliki obyek penelitian yang sama, yaitu negara. Dalam
hal ini maka Ilmu Negara memiliki
hubungan yang khusus dengan Ilmu Politik, Ilmu Hukum Tata Negara, Ilmu
Perbandingan Hukum Tata Negara
- Hubungan Ilmu Negara dengan Hukum
Hubungan antara
ilmu negara dengan hukum sebenarnya agak sederhana dalam Teori Kedaulatan
Negara. Hukum merupakan kemauan negara yang telah dinyatakan. Negara memiliki wewenang untuk
memerintah, yaitu memaksakan kemauannya
kepada orang lain secara tidak terbatas, seperti yang dikemukakan oleh
Jellineck bahwa negara mempunyai kekuasaan untuk memerintah. Hanya negara yang
mempunyai kekuasaan untuk memaksakan
dengan tiada bersyarat kemauannya kepada yang lain. Negara adalah bentuk ikatan manusia-manusia
yang tinggal di dalamnya yang dilengkapi dengan kekuasaan untuk memerintah.
- Hubungan Ilmu Negara dengan Ilmu Politik
Politik secara
etimologis berasal dari bahasa Yunani, yaitu polis. Polis adalah kota
yang dianggap negara yang terdapat dalam kebudayaan Yunani kuno. Jean Bodin
adalah orang pertama yang menggunakan istilah ilmu politik.
Ilmu
Negara merupakan ilmu pengetahuan sosial yang bersifat teoritis dan seluruh
hasil penyelidikan yang telah dilakukan oleh Ilmu Negara dipraktekkan oleh Ilmu
Politik yang merupakan ilmu pengetahuan sosial yang bersifat praktis.
Ilmu Negara
lebih menitikberatkan pada kepada
hal-hal yang bersifat teoritis oleh karena itu
kurang dinamis. Ilmu Negara lebih
memperhatikan unsur-unsur statis dari negara yang mempunyai tugas utama
untuk melengkapi dan memberikan
pengertian-pengertian pokok yang jelas tentang negara.
Sebaliknya,
Ilmu Politik menitikberatkan pada faktor-faktor yang konkret yang terutama
terpusat pada gejala kekuasaan, baik
yang mengenai organisasi negara maupun
yang mempengaruhi tugas-tugas negara. Oleh karena itu Ilmu Politik bersifat lebih dinamis dibandingkan Ilmu
Negara.
- Hubungan Ilmu Negara dengan Hukum Tata Negara
Hukum
Tata Negara pada dasarnya adalah peraturan-peraturan yang mengatur organisasi
negara dari tingkat atas sampai bawah, stsruktur, tugas dan wewenang alat perlengkapan negara,hubungan
antar alat perlengkapan tersebut secara hirarki maupun horizontal, wilayah
negara, kedudukan warga negara serta hak
asasinya.
Hubungan
Tata Negara dengan Ilmu Negara dapat dilihat dari dua segi, yaitu :
a. Segi Sifat
Hukum Tata Negara merupakan ilmu pengetahuan yang bersifat praktis,
sehingga dapat diterapkan langsung. Sedangkan Ilmu Negara merupakan ilmu
pengetahuan yang bersifat teoritis
sehingga tidak dapat digunakan secara langsung.
b.
Segi Manfaat
Ilmu negara tidak mementingkan
bagaimana caranya suatu hukum itu
harus dilaksanakan, oleh karena itu ilmu negara lebih mementingkan negara
secara teoritis sedangkan Hukum Tata
Negara dan Hukum administrasi Negara lebih mementingkan segi prakteknya.
Selain
itu, para ahli juga ada yang menyampaikan pendapat mereka mengenai hubungan
antara HTN dengan Ilmu Negara, diantaranya adalah :
a. Dasril
Radjab
a menyimpulkan bahwa ilmu negara
merupakan ilmu pengetahuan yang
menyelidiki pengertian-pengertian pokok dan sendi-sendi dasar teoritis yang
bersifat umum bagi Hukum Tata Negara. Oleh karena itu untuk dapat mengerti
Hukum Tata Negara harus terlebih dahulu memiliki pengetahuan secara umum
tentang negara (Ilmu Negara). Dengan demikian, Ilmu Negara dapat memberikan dasar-dasar teoritis untuk Hukum Tata Negara positif dan Hukum Tata
Negara merupakan penerapan di dalam kenyataan bahan-bahan teoritis dari Ilmu
Negara.
b. Jellinek
Berdasarkan sistematika Jellinek maka jelaslah hubungan antara HTN dengan
ilmu negara, yaitu keduanya merupakan bagian dari staatswissenschaft dalam
arti luas.
- Hubungan Ilmu Negara dengan Perbandingan Hukum Tata Negara
Ilmu
Perbandingan Hukum Tata Negara bertugas untuk menganalisis secara teratur,
menetapkan secara sistematis mengenai sifat-sifat yang melekat pada negara,
faktor-faktor yang menimbulkan, mengubah atau menghilangkan suatu negara dll.
Selain
itu, Ilmu Perbandingan Hukum Tata Negara juga bertugas untuk mengadakan
perbandingan antara negara-negara, menyelidiki dan menetapkan bagian-bagian atau
unsur-unsur, sifat-sifat, corak umum dari negara yang merupakan genus suatu bangsa.
Hasil
penyelidikan dari ilmu negara yang bersifat umum akan menjadi dasar bagi penyelidikan Ilmu
Perbandingan Hukum Tata Negara selanjutnya yang akan menerangkan, menjelaskan
dan membandingkan antara negara yang satu dengan yang lainnya.
D. SISTEMATIKA ILMU NEGARA
Georg Jellinek dalam bukunya yang
berjudul Allgemeine Staatslehre menciptakan suatu sistematis yang lengkap
dan teratur dari Ilmu Negara. Menurut Jellinek, Ilmu Kenegaraan (Staatswissenschaft) dapat dibedakan
dalam dua : yaitu :
1.
Staatswissenschaft
dalam arti sempit
Yaitu ilmu pengetahuan mengenai negara dimana titik berat
pembahasannya terletak pada negara
sebagai objeknya.
Staatswissenschaft dalam arti
sempit dapat dibedakan lagi ke dalam :
- Beschreibende staatswissenschaft atau lebih dikenal sebagai statenkunde
Yaitu ilmu pengetahuan mengenai negara yang melukiskan negara dari segi
masyarakat/penduduk,alam,flora dan fauna.
- Theoritische staatswissenschaft atau lebih dikenal sebagai Ilmu Negara (Staatsleer)
Ilmu pengetahuan mengenai negara yang
menganalisa dan mengolah bahan-bahan dari Beschreibende staatswissenschaft untuk kemudian disusun dalam suatu
sistematika serta melengkapinya dengan
sendi-sendi pokok dan pengertian pokok dari negara.
Theoritische staatswissenschaft dapat
dibagi lagi ke dalam :
1)
Allgemeine
staatslehre
Yaitu ilmu negara umum yang membahas teori-teori tentang negara yang
berlaku umum terhadap semua negara.
Jellinek membahas Ilmu Negara Umum dengan menggunakan Teori Dua Segi atau zweiseiten theori. Berdasarkan teori
tersebut maka Jellinek membedakan lagi Allgemeine
Staatslehre dalam :
a)
Allgemeine
soziale staatslehre (peninjauan dari
sudut sosiologis).
Melakukan peninjauan dari segi sosiologis. Yang termasuk ke dalam Allgemeine Soziale adalah :
§ Teori
mengenai sifat hakekat negara
§ Teori
mengenai pembenaran hukum atau penghalalan negara
§ Teori
mengenai terjadinya hukum negara
§ Teori
mengenai tujuan negara
§ Teori
mengenai penggolongan tipe-tipe negara dll.
b)
Allgemeine
staatsrechtslehre (peninjauan dari sudut yuridis). Termasuk di
dalamnya adalah :
§ Teori
mengenai bentuk negara dan bentuk pemerintahan
§ Teori
mengenai kedaulatan negara.
§ Teori
mengenai unsur negara
§ Teori
mengenai fungsi negara
§ Teori
mengenai konstitusi negara.
§ Teori
mengenai lembaga perwakilan
§ Teori
mengenai alat-alat perlengkapan negara
§ Teori
mengenai sendi-sendi pemerintahan
§ Teori
mengenai kerjasama antar negara
2)
Besondere
Staatslehre
Yaitu ilmu negara khusus yang membahas teori-teori tentang negara yang
hanya berlaku pada suatu negara tertentu.
c.
Praktische
staatswissenschaft atau lebih dikenal dengan politiek
Yaitu ilmu pengetahuan mengenai negara
yang menguraikan tentang tata cara mempraktekkan teori-teori ilmu
negara.
Ilmu Politik dalam sistematika
Jellinek mempunyai arti yang berbeda dengan Political
Science yang dikenal di negara-negara Anglo Saxon.
Di negara-negara Anglo Saxon, ilmu politik merupakan ilmu pengetahuan yang
berdiri sendiri. Sedangkan di negara-negara Eropa Kontinental, ilmu politik
tidak berdiri sendiri tetapi berkaitan erat dengan staatswissenschaft. Pelaksanaan ilmu politik merupakan hasil
penyelidikan dari theoritical science.
Negara-negara Eropa Kontinental adalah negara-negara di daratan Eropa kecuali
Inggris. Sedangkan negara-negara Anglo
Saxon adalah Inggris dan daerah jajahannya.
2. Rechtswissenschaft
Yaitu ilmu pengetahuan mengenai negara yang titik berat pembahasannya
terletak pada segi yuridis/hukum dari suatu negara.
Rechtwissenschaft terdiri
dari Hukum Tata Negara, Hukum Tata Usaha Negara/Hukum Administrasi Negara dan
Hukum Antar Negara.
F. ILMU NEGARA KHUSUS REPUBLIK INDONESIA
Dalam klasifikasi Jellineck, ilmu
negara umum (algemeine staatsleer)
bersifat teoritis, abstrak dan universal, sedangkan ilmu negara khusus lebih
dekat kepada realitas ketatanegaraan suatu negara.
Ilmu negara khusus adalah ilmu
negara teoritis yang khusus berlaku hanya untuk satu negara tertentu saja.
Melalui pendekatan deduktif, ilmu negara khusus menjangkau permulaan dari HTN
positif sehingga ada hubungan antara
ilmu negara umum dan HTN positif.
Menurut Padmo Wahyono, teori ilmu
negara umum yang bersifat universal merupakan
hasil perbandingan dari teori-teori ilmu negara khusus dengan
menghilangkan sifat-sifat khusus yang akan diperoleh suatu abstraksi universal.
Ilmu negara khusus merupakan embrio dari HTN positif. Ilmu negara khusus
merupakan komplementer (pelengkap) bagi ilmu negara umum.
BAB II
SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU NEGARA
Ilmu
pengetahuan pada dasarnya merupakan hasil pemikiran manusia dan manusia
mempunyai kebebasan untuk menyatakan pemikirannya. Ilmu pengetahuan bersifat
dinamis sesuai dengan perkembangan masyarakat. Oleh karena itu ilmu pengetahuan
dapat dikatakan sebagai lambang utama dari
kemajuan.
A. ZAMAN YUNANI PURBA
Pengetahuan
dan penyelidikan tentang negara mulai ada sejak zaman Yunani Purba. Bangsa
Yunani memang dikenal sebagai bangsa yang pertama kali memiliki peradaban yang
sangat tinggi. Sejak Yunani Purba mengenal pemerintahan yang demokratis, setiap
orang bebas mengemukakan pendapatnya.
Saat itu, negara masih bersifat polis-polis atau the Greek State.
Keberadaan polis pada awalnya merupakan suatu tempat di puncak bukit dimana
orang-orang mendirikan rumah dan tempat
tersebut kemudian dikelilingi dengan
tembok untuk menjaga penduduknya terhadap serangan musuh dari luar.
Polis merupakan organisasi yang
tertinggi. Polis tidak hanya mengatur hubungan antar organisasi yang ada dalam
polis, tetapi juga mengatur kehidupan pribadi warganya. Oleh karena polis
identik dengan masyarakat negara atau negara maka polis merupakan negara kota (standstaat/citystate).
Pemerintahan
di dalam polis merupakan demokrasi langsung (directe democratie/direct democracy/klassieke democratie) dimana
rakyat dalam polis ikut secara langsung menentukan kebijaksanaan pemerintah (direct government by all the people).
Hal ini dapat terjadi karena dua alasan, yaitu :
1.
Pengertian kota identik dengan negara dengan wilayah yang
sangat terbatas.
2.
Jumlah penduduk masih sangat sedikit.
Oleh
karena itu, salah satu ciri dari demokrasi adalah turut sertanya rakyat dalam
pemerintahan dan turut sertanya rakyat secara langsung berasal dari zaman
Yunani Purba. Dengan turut serta secara langsung dalam pemerintahan berarti
rakyat melakukan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan. Pada saat itu, yang
disebut ”rakayt” adalah warga kota (citizen)
yang merupakan sebagian kecil dari penduduk Athena.
Menurut Mac Iver, dalam bukunya The Web of Government, citizen adalah city dwellers yang berada di daerah
Athena. Sedangkan
pengawasan rakyat dijalankan dengan musyawarah rakyat (Yunani : ecleseia, Romawi : cometia).
Pada
zaman Yunani Purba terdapat beberapa filsuf yang pemikirannya banyak
mempengaruhi kehidupan dan kebudayaan di dunia saat ini, diantaranya adalah :
2. Socarates ( ± 470 – 399 AD)
Kemenangan bangsa
Yunani terhadap Persia meninggikan martabat dan menimbulkan perasaan bangga
pada diri bangsa Yunani. Disamping itu,
bangsa Yunani mulai menikmati kemakmuran yang dihasilkan dari
perdagangan. Namun, para pejabat negara Yunani mulai melupakan tugas mereka,
bertindak sewenang-wenang, korupsi dan tindakan-tindakan lainnya yang dirasakan
oleh warga negaranya sebagai tindakan yang sangat tidak adil.
Pada
saat itu banyak bermunculan filsuf dari
luar negeri terutama dari Asia kecil
yang datang ke Yunani untuk menjual ilmunya. Mereka termasuk ke dalam golongan
kaum Sophis, dan aliran mereka
disebut Sophisme. Sophis berasal dari
kata sofia/sophia yang artinya
bijaksana/kebijaksanaan. Namun, tindakan kaum Sophis sangat tidak bijaksana karena mereka menyebarkan dan
menganjurkan paham mengenai hukum, keadilan serta negara yang bersifat merusak
masyarakat. Seperti yang dikatakan oleh Thrasymachus bahwa keadilan merupakan
keuntungan atau apa yang berguna daripada yang lebih kuat.
Dalam
keadaan demikan, munculah Socrates dengan metode dialektis/tanya jawab
(dialog) yang mencoba mencari pengertian-pengertian tertentu, dasar
hukum dan keadilan objektif yang dapat diterapkan kepada setiap orang. Menurut Socrates, dalam
hati kecil setiap manusia terdapat hukum
dan keadilan sejati sebab setiap manusia adalah bagian dari nur/cahaya
Tuhan. Walaupun seringkali tertutup oleh
sifat-sifat buruk namun rasa hukum dan
keadilan sejati dalam hati kecil manusia tetap ada. Hal ini dapat dipahami
sebab dalam ajaran agama Islam dikatakan bahwa Allah meniupkan ruhnya kepada
manusia, berarti dalam diri manusia ada sebagian kecil ruh Allah. Dalam agama
Katolikpun dikatakan bahwa manusia adalah anak Allah dan mempunyai dimensi
Ilahi. Oleh karena itu dalam diri setiap manusia pasti ada unsur kebaikan.
Selanjutnya,
Socrates berpendapat bahwa negara
bukanlah organisasi yang dibuat untuk kepentingan pribadi. Negara adalah
suatu susunan yang objektif bersandarkan kepada sifat hakikat manusia dan
bertugas untuk melaksanakan hukum yang objektif yang memuat keadilan bagi
masyarakat umum. Oleh karena itu negara
harus berdasarkan keadilan sejati agar manusia mendapatkan ketenangan.
Namun,
ajaran Socrates dianggap membahayakan
negara dan Socrates dijatuhi hukuman mati dengan diperintahkan untuk
meminum racun.
3. Plato ( 429 – 347 AD)
Plato merupakan
murid Socrates dan mendirikan sekolah mengenai ilmu filsafat yaitu Academia. Berbeda dengan Socrates, Plato
meninggalkan beberapa buku, termasuk buku yang
berisi tanya jawabnya dengan Socrates. Buku karangan Plato yang terpenting adalah :
a.
Politeia (The
Republic) tentang Negara
b.
Politicos ( The
Stateman) tentang ahli Negara
Dalam Politikos dibedakan antara penguasa dengan ahli Negara. Ahli Negara yang sejati harus menjalankan pendidikan ke arah
kebijaksanaan, keadilan dan berpendirian sesuai dengan Politeia.
c.
Nomoi (The
Law) mengenai undang-undang.
Buku karangan
Plato lainnya adalah :
a.
Gorgias mengenai
kebahagiaan
b.
Sophist
mengenai hakikat pengetahuan
c.
Phaedo mengenai
keabadian jiwa
d.
Phaedrus mengenai
cinta kasih.
e.
Protogoras mengenai hakikat kebajikan.
Plato
meneruskan ajaran Socrates. Dalam ajaran tunggalnya, yaitu Politeia
digambarkan adanya suatu negara sempurna (ideale
staat). Oleh karena itu ajaran Plato
disebut Idealisme. Menurut ajara Plato,
dunia dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
a.
Dunia cita yang bersifat immateriil ® idea atau kenyataan sejati berada di alam cita yang berada di luar ’dunia palsu’.
b.
Dunia alam yang bersifat maeriil ® dunia fana yang bersifat palsu.
Dunia
cita bersifat sempurna dan sejati, sedangkan dunia alam bersifat palsu dan
tidak sempurna oleh karena itu apa yang
ada di dunia alam harus diusahakan mendekati bentuk yang sempurna yang ada
dalam dunia cita. Pandangan Plato bersifat normatief
karena ia menghendaki bangunan di dunia alam sama dengan dunia cita.
Berkaitan dengan
dunia cita, maka cita-cita mutlak dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :
a.
Logika atau cita kebenaran (idee der waarheid)
b.
Estetika (asthetica)
atau cita keindahan dan kesenian (idee
der schoonheid)
c.
Etika (ethica)
atau cita kesusilaan
Menurut
Plato, asal mula negara adalah karena banyaknya kebutuhan hidup dan keinginan
manusia dan manusia tidak mampu memenuhi seluruh kebutuhan dan keinginannya.
Oleh karena itu kemudian manusia bekerja sama dan mendapat pembagian tugas
sesuai kemampuannya untuk memenuhi kebutuhannya. Negara merupakan satu keluarga
besar, satu kesatuan,oleh karena itu negara harus dapat memelihara dirinya
sendiri. Agar dapat memelihara dirinya sendiri maka luas suatu negara harus
diukur. Suatu negara tidak boleh memiliki luas yang tidak diketahui.
Negara
yang ada di dunia bersifat tidak sempurna karena hanya merupakan bayangan dari
negara yang sempurna (de ideale staat)
yang ada dalam dunia cita. Dunia cita merupakan bagian dari filsafat. Tujuan
negara adalah untuk mempelajari, mengetahui dan mencapai cita yang sebenarnya. Tujuan manusia dalam negara adalah
mencapai good life (kebahagiaan,
sempurna),
Untuk mewujudkan
negara yang sempurna ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Socrates
mengemukakan dua buah syarat, kemudian Plato menambahkan satu syarat lagi.
Syarat-syarat tersebut adalah :
a.
Negara harus dijalankan oleh pegawai yang terdidik
khusus.
b.
Pemerintahan harus dijalankan untuk kepentingan umum.
c.
Rakyat harus mencapai kesempurnaan kesusilaan.
Selanjutnya,
dalam bagian kedelapan dari Politeia,
Plato menguraikan tentang bentuk negara, dimana negara dapat dibedakan dalam
lima macam, yaitu :
a.
Aristokrasi
(Aristocratie/aristocracy) ®
Aristoi ≈ cerdik pandai/golongan ningrat dan Archien/cratia ≈ memerintah. Jadi, aristokrasi adalah pemerintahan yang dipegang oleh sejumlah cerdik pandai yang memerintah berdasarkan
keadilan. Jika ternyata kemudian
golongan tersebut memerintah demi kepentingan golongannya sendiri
Aristokrasi adalah
pemerintahan yang dipegang oleh sejumlah kecil cerdik pandai yang memerintah
berdasarkan keadilan.
b.
Oligarhi (Oligarchie/oligarchy) ® oligos ≈ sedikit, kecil dan archien ≈ memerintah. Apabila golongan
kecil itu memerintah dan memperoleh
kekayaan yang berlimpah sehingga timbul hak-hak milik pribadi, maka
lahirlah timokrasi.
c.
Timokrasi (timocratie/timocraty) ® berasal dari kata
plutos (kekayaan) dan criteria (memerintah)
d.
Demokrasi (democratie/democracy) ® berasal dari kata
demos (rakyat) dan cratein (memerintah). Jika rakyat salah
dalam menggunakan hak dan kemerdekaannya maka hal tersebut akan melahirkan apa
yang disebut anarki (anarchie). Anarki berasal dari kata a artinya tidak dan archien artinya
memerintah. Jadi, tanpa ada pmerintahan
maka keadaan akan kacau balau (chaos).
Keadaan ini memerlukan seorang pemimpin
yang dapat bertindak dengan keras dan tegas dan hal ini melahirkan tirani.
e.
Tirani (tyranie/tyrany) ® yaitu suatu pemerintahan yang dipegang oleh seorang
tiran yang bertindak sewenang-wenang sehingga sangat jauh dari cita-cita
tentang keadilan.
Menurut
Plato, timbulnya masyarakat adalah karena saling membutuhkan, oleh karena itu
masyarakat saling bertukar jasa. Masyarakat adalah susunan manusia dimana
setiap anggota harus memberi dan menerima. Negara harus memperhatikan
pertukaran timbal balik tersebut dan harus berusaha sebaik-baiknya. Dalam sistem ini, manusia bertindak sebagai
penyelenggara berbagai macam tugas yang diperlukan dan harga mereka bagi
masyarakat tergantung dari nilai pekerjaan yang mereka lakukan. Yang
terpenting bagi setiap individu adalah
suatu kedudukan yang memungkinkan mereka untuk berbuat sesuatu.
Pertukaran
jasa menimbulkan asas pembagian kerja dan pengkhususan tugas yaitu diferensiasi
kerja dan spesialisasi. Setiap orang memiliki bakat yang berbeda, oleh karena
itu pekerjaannya disesuaikan dengan bakat yang dimilikinya.
Keadilan
sosial menurut Plato adalah suatu
prinsip dari suatu masyarakat yang terdiri dari manusia yang berbeda-beda yang bersatu karena saling
membutuhkan dimana setiap orang harus melakukan pekerjaannya dan menerima apa
yang menjadi haknya. Pembagian kerja dan
spesialisasi tugas di lapangan merupakan syarat bagi kerjasama dalam
masyarakat.
Berdasarkan
pokok-pokok teorinya dapat diketahui dasar alasan Plato mengemukakan negara
utopia tentang asal usul negara. Berkaitan dengan asal mula negara maka dapat
ditarik garis paralel antara sifat negara dengan sifat manusia yang menimbulkan
tiga macam sifat yaitu kebenaran, keberanian dan kebutuhan. Hal ini pada
akhirnya menimbulkan tiga kelas dalam
negara utopia (ideal-etis), yaitu :
a.
The
Rulers (penguasa) ® yaitu golongan pegawai yang terdidik
khusus yang merupakan pemimpin negara yang mengusahakan tercapainya
kesempurnaan. Para penguasa disebut juga Philosopher
King. Oleh karena itu menurut Plato, negara harus dipimpin oleh orang yang
bijaksana.
b.
The
Guardians (pengawal negara) ® yaitu mereka yang menyelenggarakan keamanan,
ketertiban dan keselamatan negara.
c.
The
Artisan (para pekerja) ® yaitu mereka yang
menjamin tersedianya makanan bagi
golongan penguasa dan pengawal negara.
Berkaitan
dengan asal-usul negara, menurut Plato, negara tumbuh dibaginya atas berbagai
taraf, yaitu :
a.
Plato berpendapat bahwa manusia tidak dapat hidup
sendiri, untuk hidup manusia memerlukan bantuan dari mahluk lain.
b.
Karena manusia tidak dapat hidup sendiri maka manusia
berkumpul untuk merundingkan cara untuk memperoleh bahan-bahan primer
(sandang,pangan dan papan). Kemudian terjadilah pembagian pekerjaan dimana
setiap orang harus menghasilkan sesuatu lebih dari yang diperlukan sendiri
untuk kemudian ditukarkan dengan orang lain. Hal in imenimbulkan berdirinya
desa.
c.
Antara desa dengan desa terjadi kerjasama dan seterusnya
sehingga kemudian terbentuk negara. Antara negara yang satu dengan negara yang
lainnya juga saling membutuhkan sehingga terjadilah hubungan internasional.
Menurut
Plato, ada tiga masalah penting yang harus diperhatikan, yaitu :
a.
Harus ada an
organic unity in social life.
Dalam masyarakat harus ada satu kesatuan yang organis. Namun, kesatuan ini sering terganggu oleh
adanya dua penyakit masyarakat, yaitu penyakit property dan family
relationship. Penyakit inilah yang seringkali menimbulkan perpecahan dalam
masyarakat.
b.
Harus ada systematic
education
Stabilitas negara terletak dalam sistem pendidikan. Watak yang baik
diperoleh dengan memulai pendidikan di masa kanak-kanak dan meneruskan
pendidikan sesuai dengan taraf umur dan jiwanya.
c.
Harus ada rational
basic of aristocracy government
Pemerintahan harus dikendalikan oleh manusia-manusia yang berilmu dan
berpengetahuan.
4. Aristoteles (384-322 AD)
Aristoteles adalah murid Plato. Ia seorang filsuf yang mempunyai banyak
pengaruh pada abad pertengahan. Aristoteles
pernah ditugaskan oleh raja Philippus untuk mendidik Iskandar Dzulkarnain
(342AD). Pada tahun 335 AD ia kembali ke Yunani dan mendirikan sekolah Lyceum di Yunani.
Aristoteles melanjutkan pemikiran idealisme Plato ke realisme. Oleh karena itu filsafat Aristoteles adalah ajaran tentang kenyataan (ontology) yaitu suatu cara berfikir yang
realistis dan metode penyelidikannya bersifat induktif empiris. Aristoteles
dijuluki sebagai Bapak Ilmu Pengetahuan Empiris (Vader der Empirische Wetenschap).
Aristoteles tidak membagi dunia ke
dalam dua bagian seperti Plato. Ia hanya
mengakui adanya satu dunia. Buku yang
dikarang oleh Aristoteles berdasarkan
penyelidikannya adalah :
a.
Ethica atau Nicomachean Etics
Ethica
merupakan pengantar bagi politica
b.
Politica
Politica terdiri dari 8 buku, antara lain
membicarakan tentang bentuk Negara,
undang-undang, hubungan sosial dan hal
lain yang bersifat riil.
c.
Rhetorica
Dalam rhetorica, Aristoteles berpendapat bahwa tujuan hukum adalah untuk
mencapai keadilan. Hukum mempunyai tugas
murni, yakni memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya.
Aristoteles sependapat dengan Plato
mengenai tujuan Negara. Dimana Negara bertujuan untuk :
a.
Menyelenggarakan
kepentingan warga Negara
b.
Berusaha
supaya warga Negara hidup baik dan bahagia (good
life) didasarkan atas keadilan. Keadilan itu memerintah dan harus ada dalam
Negara.
Berkaitan dengan terjadinya Negara,
menurut Aristoteles, manusia berbeda
dengan hewan sebab hewan dapat hidup sendiri sedangkan manusia sudah dikodratkan
untuk hidup dengan manusia lain. Untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia membutuhkan manusia lain. Manusia merupakan Zoon Politicon.
Manusia dapat hidup berbahagia di
dalam dan karena Negara. Oleh karena itu
manusia tidak dapat dipisahkan dari Negara karena merupakan bagian dari Negara
atau masyarakat. Dengan demikian, negaralah
yang utama. Paham ini disebut universalism bukan collectivism.
Oleh karena itu tujuan Negara
adalah kesempurnaan warga yang
berdasarkan atas keadilan, keadilan memerintah dan harus menjelma di dalam
Negara. Selain itu, hukum berfungsi untuk
memberi kepada manusia setiap apa yang menjadi haknya.
Artistoteles berpendapat bahwa dalam setiap negara yang baik, hukumlah yang mempunyai kedaulatan
tertinggi, bukan orang perorangan. Aristoteles menyukai penguasa yang
memerintah berdasarkan konstitusi dan memerintah dengan persetujuan
warganegaranya, bukan pemerintah diktatur.
Menurut Aristoteles, pemerintahan
yang didasarkan konstitusi mengandung
tiga unsur, yaitu :
a.
Pemerintahan
untuk kepentingan umum, bukan untuk kepentingan perorangan atau golongan saja.
b.
Pemerintahan
yang dijalankan menurut hukum, bukan
sewenang-wenang.
c.
Pemerintahan yang mendapatkan persetujuan dari warga
negaranya, bukan suatu despotisme yang hanya dipaksakan.
Selanjutnya, menurut Aristoteles, berkaitan
dengan bentuk Negara, terdapat 3 bentuk dasar, yaitu :
a.
Bentuk
cita (ideal form) ð
bentuk cita dapat terjadi jika
pemerintahannya ditujukan kepada
kepentingan umum yang berdasarkan atas keadilan, dan keadilan tersebut
harus menjelma di dalam Negara.
Terdapat 3 macam bentuk
Negara yang termasuk ke dalam bentuk cita yang didasarkan pada ukuran kuantitatif, yaitu mengenai jumlah orang
yang memerintah, yaitu :
1)
Pemerintahan
satu orang (one man rule) ð
monarchi.
2)
Pemerintahan
beberapa/sedikit orang (a few man rule)
ð
aristokrasi.
3)
Pemerintah
orang banyak dengan tujuan untuk kepentingan umum (the many man or the people rule) ð politeia,
polity atau republic.
b.
Bentuk
pemerosotan (corruption or degenerate
form) ð
bentuk pemerosotan dapat terjadi apabila pemerintahannya ditujukan kepada kepentingan pribadi dari pemegang kekuasaan,
timbulnya kesewenang-wenangan dan diabaikannya kepentingan umum dan keadilan.
Bentuk Negara yang termasuk dalam bentuk
pemerosotan juga ada 3 macam yang didasarkan pada ukuran kualitatif yaitu
berhubungan dengan tujuan yang hendak dicapai, yaitu:
1)
Bila
kepentingannya didasarkan pada
kepentingan satu orang secara sendiri untuk kepentingan pribadi ð
tirani/despotie
2)
Bila
tujuannya didasarkan pada kepentingan
segolongan orang atau beberapa orang ð
oligarchi, clique form atau plutocrasi (plutos : kekayaan, cratein/cratia
: memerintah ð
pemerintahan dimana pimpinan Negara berada
di tangan segolongan orang kaya).
3)
Bila
tujuannya didasarkan tidak untuk kepentingan rakyat seluruhnya tetapi nama
rakyat yang dipakai ð
demokrasi.
c.
Bentuk
gabungan (mixed form) antara bentuk cita dengan bentuk pemerosotan
Dalam kenyataannya, bentuk Negara
cita tidak pernah terlaksana, melainkan selalu menjadi bentuk campuran. Oleh
sebab itu dalam kenyataannya bentuk Negara dibedakan menjadi dua, yaitu :
a.
Bentuk
Negara campuran (mixed form)
b.
Bentuk
Negara pemerosotan (corruption or
degenerate form).
5. Epicurus
(342-271 AD)
Pendapat Epicurus menyimpang dari
pendapat umum yang ada di Yunani saat itu. Menurut pendapat Epicurus, masyarakat ada karena adanya kepentingan
manusia sehingga yang berkepentingan bukanlah masyarakat sebagai satu kesatuan
tetapi manusia-manusia itu yang
merupakan bagian dari masyarakat.
Manusia sebagai warga di dalam Negara dimisalkan sebagai sebutir atom
atau sebutir pasir, jadi bersifat atomistis, hanya memikirkan hidup untuk diri sendiri. Pandangan ini disebut pandangan yang bersifat
individualistis.
Berdasarkan pandangan individualistis,
Epicurus berpendapat bahwa terjadinya Negara disebabkan karena adanya kepentingan perorangan. Dan tujuan Negara
adalah menjaga tata tertib dan keamanan dalam masyarakat dan tidak
memperdulikan macam, sifat atau bentuk Negara. Sedangkan tujuan masyarakat
adalah kepentingan pribadi. Agar tidak
timbul perselisihan diantara warga maka dibuatlah undang-undang sebagai hasil dari suatu perjanjian.
6. Zeno
( ± 300 AD)
Zeno merupakan pemimpin aliran filsafat Stoazijnen (stoa : jalan
pasar yang bergambar/beschilderde
marktgaanderij) yang hidup dalam zaman yang serba sulit, sama dengan
Epicurus. Zeno mengajarkan pahamnya
kepada murid-muridnya di jalan yang bergambar.
Aliran stoazijnen
menimbulkan hukum alam (natuurrecht) atau hukum asasi dalam kebudayaan Yunani.
Ajaran hukum alam membedakan alam menjadi dua bagia, yaitu :
a.
Kodrat
manusia (natuur van de mens)
Kodrat manusia dilihat kepada
sifat-sifat manusia. Yaitu kodrat yang terletak dalam budi manusia yang merupakan zat hakikat sedalam-dalamnya dari
manusia, dan budi itu bersifat tradisional.
Agama bersifat pantheistisch (pan : dimana-mana; theos :Tuhan
ð Tuhan
ada dimana-mana). Dengan demikian, agama meyakini bahwa Tuhan ada dimana-mana. Tuhan
merupakan kodrat itu sendiri. Manusia
merupakan bagian dari kodrat, otomatis, manusia merupakan bagian dari Tuhan
sehingga budi manusia merupakan bagian dari budi Tuhan. Oleh karena Tuhan
bersifat abadi maka budi Tuhan juga bersifat abadi, budi manusiapun abadi. Hal
ini mengakibatkan hukum sebagai ciptaan
budi manusia juga bersifat abadi.
Oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa hukum alam bersifat
abadi, meliputi segala-galanya karena berlaku bagi setiap orang dalam waktu,
tempat dan keadaan bagaimanapun.
Manusia dilukiskan secara
statis sehingga hukum bagi manusia juga tidak mengalami perubahan. Oleh karena
itu tidak ada perbedaaan antara hukum yang berlaku sekarang (ius constitutum) dan hukum yang akan datang
(ius constituendum).
Oleh karena itu paham
kenegaraan didasarkan pada sifat tersebut,
yaitu cosmo politis yang tidak
mengenal perasaan kebangsaan. Negara tidak usah berdasarkan perasaan
kebangsaan, harus diusahakan suatu Negara ayang meliputi seluruh dunia atau
Negara yang merupakan Negara dunia.
b.
Kodrat
benda (natuur van de zaak)
Yaitu kodrat benda yang
timbul dalam kebudayaan Yunani. Yaitu kodrat yang mempunyai pengertian sentral
kosmos, sebagai lawan dari chaos.
Menurut Socrates, Plato
dan Aristoteles, pelukisan dunia sebagai
kosmos merupakan satu kesatuan yang
teratur sedangkan di dunia dalam bentuk chaos,
tidak ada paksaan terhadap suatu aturan, tidak terdapat suatu tatanan sehingga
dalam masyarakat terdapat kekacauan.
7. Polybios
(204-122 AD)
Mengenai negara, Polybios melanjutkan paham Aristoteles. Menurut
Polybios, proses perkembangan,
pertumbuhan dan kemerosotan bentuk-bentuk negara secara psikologis bertalian
dengan sifat-sifat manusia menurut ajaran Aristoteles, yaitu bahwa tidak adanya
bentuk negara yang abadi disebabkan karena terkandung benih-benih pengrusakan,
seperti pemberontakan, revolusi dll.
Benih-benih tersebut disebabkan
karena sifat-sifat manusia, yaitu :
a.
Keinginan
akan persamaan
Yaitu terdapatnya hasrat
persamaan terhadap mereka yang merasa dirinya sama dengan orang-oranglain .
b.
Keinginan
akan perbedaan
Yaitu terdapatnya hasrat
perbedaan terhadap mereka yang merasa dirinya berbeda dengan orang lain.
B. ZAMAN
ROMAWI
1.
Masa
Kerajaan
Yaitu masa koningschap atau kerajaan. Bentuk negara adalah monarki dan
dipimpin oleh seorang raja.
2.
Masa
Republik
Republik atau republiek berasal dari kata res (kepentingan) dan publica (umum). Republik adalah pemerintahan yang dijalankan
untuk kepentingan umum.
3.
Masa
Prinsipat
Masa principat dimulai dari masa
Caesar. Walaupun pada saat itu, raja-raja Romawi belum mempunyai kewibawaan,
namun pada hakekatnya mereka memerintah secara mutlak.
Kemutlakan ini didasarkan pada Caesarismus, yaitu adanya perwakilan
yang menghisap, dari pihak Caesar terhadap kedaulatan rakyat.
Kedaulatan rakyat saat itu
disalahgunakan, dimana dalam lapangan ilmu negara digunakan konstruksi Ulpianus
yang menyatakan, bahwa : kedaulatan
rakyat diberikan kepada prinsep atau
raja melalui suatu perjanjian yang termuat dalam undang-undang yang disusun
olehnya dan diatur dalam Lex Regia.
Jadi, landasan hukumnya adalah perjanjian yang terletak dalam lapangan hukum
perdata. Setelah kekuasaan diberikan
kepada Prinsep maka rakyat pada kenyataannya tidak dapat
meminta pertanggung jawaban atas perbuatan prinsep.
Ahli hukum (doktoris iuris) yang terkenal
pada saat itu adalah Gajus, Modestinus, Paulus, Papinianus dan Ulpianus.
Dalam caesarismus dikenal semboyan yang berbunyi :
a.
Solus publica suprema lex (kepentingan umum mengatasi
undang-undang)
b.
Princepes legibus solutus est
(Rajalah yang menentukan
kepentingan umum).
Pada dasarnya, pemerintahan untuk
kepentingan umum tersebut dirumuskan dalam undang-undang sehingga derajat
kepentingan umum lebih tinggi dari undang-undang. Namun, yang merumuskan kepentingan umum
adalah raja. Otomatis, dalam merumuskan kepentingan umum tersebut raja
bertindak demi kepentingan pribadinya.
Dengan demikian, princep
dengan berkedok kedaulatan rakyat memerintah demi kepentingan umum, sebenarnya memerintah
dengan sewenang-wenang.
Peraturan hukum Romawi pada abad ke-6 atas perintah Kaisar
Justinianus (527-565) dikodifikasi dan dinamakan Corpus Iuris Civilis yang terdiri atas 4 bagian :
a.
Institutiones
Merupakan buku pelajaran
atas lembaga-lembaga hukum Romawi dan berlaku sebagai himpunan undang-undang.
b.
Pandectae atau
Digesta
Merupakan himpunan
karangan yang memuat pendapat para ahli hukum Romawi. Jika hakim ragu-ragu
mengenai putusan atas suatu hal maka
putusannya harus didasarkan pada pandectae/digesta.
c.
Codex
Merupakan kumpulan
undang-undang yang dibuat dan ditetapkan oleh raja-raja Romawi.
d.
Novallae
Merupakan himpunan
tambahan dan penjelasan keterangan bagi codex.
4.
Masa
Dominat
Dominat atau dominaat adalah masa dimana
kaisar secara terang-terangan menjadi raja mutlak, bertindak menyeleweng,
menginjak-injak hukum dan kemanusiaan. Hal ini terlihat dengan adanya manusia
dibakar hidup-hidup, manusia diadu dengan manusia lain atau dengan singa
(gladiator) dan dijadikan tontonan umum, rakyat kelaparan sementara raja dan
pengikutnya berpesta pora.
C. ZAMAN
ABAD PERTENGAHAN
1. Agustinus
Bukunya
yang terkenal ialah :
a.
Civitas
Dei (Negara Tuhan)
Civitas dei merupakan kerajaan Tuhan yang abadi, tetapi
semangat keduniawian terdapat dalam Gereja Kristus sebagai wakil dari civitas dei di dunia yang fana.
b.
Civitas
Terrena (Diabolis) atau
negara setan
Merupakan hasil kerja setan atau keduniawian. Jika sudah mendapat ampunan
dari Tuhan, barulah civitas terrena menjadi baik.
Civitas terrena mengabdikan
diri pada civitas dei. Oleh karena
itu dalam civitas terrena terjadi
percampuran antara agama, ilmu pengetahuan dan kesenian. Civitas
terrena merupakan persiapan menuju civitas
dei.
Imperium Romawi dapat dimisalkan dengan civitas
terrena yang tumbuh, berkembang dan
akhirnya musnah karena keserakahan. Agar jangan sampai hal tersebut terulang
kembali, maka pemimpin negara harus
memimpin dengan semangat civitas dei
yaitu mempraktekkan dan menganjurkan agar agama Kristen dimasukkan ke dalam
negara seperti yang telah dijalankan oleh Konstantin Theodisius di
Konstatinopel
Kesimpulannya adalah bahwa pada waktu itu yang memegang peranan penting
adalah negara, segala sesuatu harus tunduk pada agama. Negara dipersiapkan
untuk menjadi negara Tuhan. Keberadaan negara-negara di dunia adalah untuk
memberantas musuh-musuh gereja.
2. Thomas Aquino
Thomas
Aquino merupakan tokoh dari aliran hukum alam.
Menurut
sumbernya, hukum alam dapat berupa :
a.
Hukum alam yang bersumber dari Tuhan (irrasional)
b.
Hukum alam yang bersumber dari rasio manusia.
Dalam
buku-bukunya yang sangat terkenal, Summa
Theologica dan De Regimene Principum,
Thomas Aquino membentangkan pemikiran hukum alamnya yang banyak mempengaruhi
gereja dan bahkan menjadi dasar pemikiran gereja hingga saat ini.
Thomas
Aquino membagi hukum ke dalam 4 golongan hukum, yaitu :
a. Lex Aeterna
Merupakan rasion Tuhan sendiri yang mengatur segala hal dan merupakan
sumber dari segala hukum. Rasio ini tidak dapat ditangkap oleh panca indera
manusia.
b. Lex Divina
Merupakan bagian dari rasio Tuhan yang dapat ditangkap oleh manusia
berdasarkan waktu yang diterimanya.
c. Lex Naturalis
Merupakan hukum alam yaitu yang merupakan penjelmaan dari lex aeterna di dalam rasio manusia.
d. Lex Positivis
Yaitu hukum yang berlaku dan merupakan pelaksanaan dari hukum alam oleh
manusia berhubung dengan syarat khusus yang diperlukan oleh keadaan dunia.
Hukum positif terdiri dari hukum positif yang dibuat oleh Tuhan, seperti
yang terdapat dalam kitab suci dan hukum positif buatan manusia.
Mengenai
konsepsinya tentang hukum alam, Thomas Aquino membagi asas-asas hukum alam
dalam dua jenis, yaitu :
a. Principia Prima (asas-asas umum)
Yaitu asas-asas yang dengan
sendirinya dimiliki oleh manusia sejak kelahirannya, berlaku mutlak dan tidak
dapat berubah dimanapun dan dalam keadaan apapun. Oleh karena itu manusia
diperintahkan untuk berbuat baik dan dilarang melakukan kejahatan, sebagaimana
yang terdapat dalam 10 perinta Tuhan.
b. Principia Secundaria (asas-asas yang
diturunkan dari asas-asas umum)
3. Dante Alighieri
Pada
tahun 1313, Dante menerbitkan bukunya, De
Monarchia, salah satu karya besarnya dan merupakan satu-satunya peninggalan
Dante yang merupakan karya kenegaraan. Dalam bukunya, Dante memimpikan suatu
kerajaan dunia yang melawan kerajaan Paus. Kerajaan dunia tersebut yang akan
menyelenggarakan perdamaian dunia. Tujuan negara menurut Dante adalah untuk menyelenggarakan perdamaian dunia dengan cara memberlakukan undang-undang yang
sama bagi semua umat.
De Monarchia terdiri atas 3 bab, yaitu :
a.
Bab I mempersoalkan kerajaan dunia.
Pada bab I, Dante menekankan
perlunya kerajaan dunia, yaitu untuk kepentingan dunia itu sendiri dalam
rangka menyelenggarakan perdamaian dunia.
Kerajaan dunia merupakan kemerdekaan dan keadilan tertinggi. Rakyat yang
hidup dengan berbagai peraturan yang berbeda diatasi dengan peraturan yang
dapat menciptakan kerjasama diantara masyarakat.
Kerajaan dunia (imperium)
merupakan satu kesatuan kekuasaan, sebab jika kerajaan dibagi maka akan musnah.
b.
Bab II menyelidiki apakah kaisar Jerman itu merupakan kaisar yang sah?
c.
Apakah kekuasaan kaisar berasal dari Tuhan atau berasal
dari perantara?
Genesis dianggap sebagai sumber bagi teori Innocentius III untuk Teori Cahayanya
sebagai kunci kekuasan Paus yang berasal dari Mattheus, Teori Dua Belah Pedang
dari Bernard Clairvaux, demikian pula ajaran Hadiah dari Constantin.
semua teori tersebut ditafsirkan oleh Dante sehingga akhirnya dia
menyimpulkan bahwa kaisar memperoleh
kekuasaan langsung dari Tuhan untuk memerintah dan mengurus negara, dan tidak
bergantung pada perantara yang menjelma dalam diri Paus. Paus hanya berkuasa
dalam segala hal yang berkaitan dengan rohani.
Pendapat Dante didukung oleh golongan
Franciskaan, yaitu para paderi
yang menganjurkan agar Paus bersifat pendeta kembali yang hidup dengan sederhana
dan semata-mata untuk kesucian Tuhan. oleh karena itu, Paus jangan mencampuri
urusan kemewahan dunia yang dapat merusak kepercayaan rakyat.
Teori Cahaya :
Golongan Canonist berpendapat bahwa
Paus memperoleh kekuasaan yang
asli di atas dunia ini. Raja tidak memiliki kekuasaan yang asli sebab kekuasaannya berasal dan diturunkan dari Paus
yang asli. Seperti halnya matahari dan bulan,
Paus adalah matahari yang bersinar sedangkan bulan adalah raja yang
mendapat sinar dari matahari.
4. Marsiglio di Padua (Marsilius dari Padua)
Pada
tahun 1324, terbit karya Marsiglio yang terkenal, yaitu Defenser Pacis, yang terdiri dari tiga buku atau dictiones, yaitu :
a.
Dictio Pertama
menguraikan dasar-dasar negara.
Pada dictio pertama diuraikan asal usul negara didasarkan
pada perkembangan alam. Oleh karena
itu, negara merupakan badan iudicialis
seu consiliativa yang hidup dan bebas. Tujuan tertinggi negara adalah
mempertahankan perdamaian, memajukan kemakmuran dan memberi kesempatam kepada
rakyat untuk mengembangkan dirinya secara bebas. Tugas utama negara untuk
mencapai hal tersebut adalah menciptakan undang-undang demi kepentingan dan kesejahteraan rakyat.
Kekuasaan tertinggi dalam negara dan pemerintahan terletak pada pembuat undang-undang sehingga pemerintahan
hanya alat dari pembuat undang-undang.
Pembuat undang-undang adalah rakyat sebab kedaulatan tertinggi ada di
tangan rakyat dan sumber undang-undang adalah rakyat secara keseluruhan.
Pemerintahan berada di tangan rakyat dan bertanggung jawab kepada rakyat.
Rakyat boleh menghukum penguasa jika ternyata penguasa melanggar undang-undang.
b.
Dictio Kedua menguraikan dasar-dasar gereja dan
hubungannya dengan negara.
Marsilius menentang teori cahaya, ajaran dua belah pedang dan hadiah dari
Constantin. Marsilius menginginkan agar
Paus dipillih oleh rakyat sehingga kekuasaan tertinggi diletakkan di tangan
badan permusyawaratan gereja-gereja (concilie).
Dalam hubungan antara negara dan gereja, Marsilius berpendapat bahwa
kedudukan gereja adalah di bawah negara sehingga gereja tidak berhak membuat
undang-undang sebab hanya rakyat yang berhak untuk membuat undang-undang.
c.
Dictio Ketiga menguraikan kesimpulan-kesimpulan.
D. ZAMAN RENAISSANCE
E. ZAMAN HUKUM KENEGARAAN POSITIF
BAB III
TEORI SIFAT HAKEKAT NEGARA
(das Wesssen des
Staates)
Secara umum banyak sarjana atau para
ahli yang mempunyai pendapat sendiri tentang sifat hakikat suatu negara
berkaitan dengan pandangan hidup yang
dianutnya. Diantaranya adalah :
5. Socrates
Menurut Socrates, setiap orang menginginkan kehidupan yang aman dan
tentram. Oleh karena itu kemudian mereka
membentuk suatu kelompok dan tinggal di atas bukit. Socrates menyebut
kelompok tersebut sebagai polis dan
ia berpendapat bahwa polis identik
dengan masyarakat dan masyrakat identik dengan negara.
6. Plato
Menurut Plato, negara adalah
keiginan manusia untuk bekerja sama untuk memenuhi kepentingan mereka.
Plato adalah peletak dasar ajaran idealisme
7. Aristoteles
Aristoteles adalah murid Plato. Buku yang ditulisnya diantaranya adalah Eticha yang berisi ajaran tentang
keadilan. Ajaran tentang negara ditulisnya dalam Politica.
Aristoteles mengembangkan ajaran realisme.
Menurut Aristoteles, negara adalah gabungan dari keluarga sehingga menjadi
kelompok yang besar. Kebahagiaan dalam negara akan tercapai jika kebahagiaan individu sudah tercipta.
Sebaliknya, bila manusia ingin bahagia
maka ia harus bernegara karena manusia saling membutuhkan dalam kepentingan
hidupnya.
Selanjutnya, Aristoteles berpendapat
bahwa negara adalah kesatuan manusia dan
manusia tidak dapat terlepas dari kesatuannya.
Negara harus menyelenggarakan
kemakmuran bagi warganya, namun negara juga merupakan organisasi kekuasaan yang
mempunyai kekuasaan untuk mengatur agar tingkah laku manusia sesuai dengan tata
tertib dalam masyarakat.
8. F. Oppenheimer
Negara merupakan suatu alat dari golongan yang kuat untuk melaksanakan
suatu tertib masyarakat.
9. Leon Duguit
Negara adalah kekuasaan orang-orang
kuat yang memerintah orang lemah. Bahkan dalam negara modern, kekuasaan orang
kuat diperoleh dari faktor-faktor politik.
10. R. Krannenburg
Negara pada hakekatnya adalah suatu organisasi kekuasaan, diciptakan oleh
sekelompok manusia yang disebut bangsa. Jadi, menurut Krannenburg, yang harus
ada lebih dahulu adalah sekelompok manusia yang
mempunyai kesadaran untuk mendirikan suatu organisasi dengan tujuan
untuk memelihara kepentingan kelompok tersebut. Jadi, yang terpenting (primer) adalah kompok
manusia, sedangkan yan sekunder adalah negara.
11. Logemann
Negara pada hakeketnya adalah suatu organisasi kekuasaan maka organisasi
itu memiliki kewibawaan. Artinya, negara dapat memaksakan kehendaknya pada semua orang yang ada dalam
organisasi.
TEORI BERNEGARA REPUBLIK INDONESIA –
PENDEKATAN SOSIOLOGIS
Teori
Sifat Hakikat Negara dapat memberikan
pemahaman mengenai suatu negara, apa sebenarnya
suatu negara. Jika dilihat dari
sisi sosiologis maka negara dapat dipahami sebagai anggota masyarakat atau zoon politicon. Negara merupakan wadah bagi suatu bangsa untuk
menggambarkan cita-cita kehidupan bangsanya.
Secara
historis, peninjuan masalah sifat hakikat negara dapat dilihat dari
perkembangan istilah ’negara’ itu sendiri.
Berdasarkan perkembangan sejarah
mengenai istilah negara, terdapat beberapa istilah yang sering dijadikan
padanan kata ’negara’ yang masing-masing memiliki karakter tersendiri, antara
lain :
1.
Polis (city state)
2.
Country (country state)
3.
Civitas/civiteit
4.
Land (mis :
England, Deutschland)
Sejak bangsa-bangsa di Eropa sudah
menetap dan tidak mengembara (nomaden)
lagi, maka bernegara umumnya diartikan
memiliki atau menguasai sebidang tanah atau wilayah tertentu.
Dengan kata lain, penguasaan atas tanah menumbuhkan kewenangan kenegaraan (teori patrimonial) dimana struktur
sosial yang dihasilkan disebut feodalisme atau landlordisme.
Negara dalam keadaan demikian disebut
sebagai tanah (land). Hal ini
tampak pada sebuta England, Holland, Deutchland dll.
5.
Rijk/reich
Pengertian tanah (land)
berkembang lebih lanjut, yaitu bahwa tanah tersebut mendatangkan kemakmuran
atau kekayaan (reichrijk-dom), dimana
negara diartikan sebagai rijk (Belanda)
atau reich (Jerman) artinya kekayaan
sekelompok manusia (dinasti), misalnya Frankrijk, Oostenrijk dll.
6.
La stato, staat,state (nation-state)
Keadaan pra-liberal berakhir dengan tumbuhnya paham liberalisme
yang dipelopori oleh John Locke, Thomas Hobbes dan J.J. Rouseau.
Negara tidak lagi
dipandang sebagai suatu tanah atau
kekayaan (land atau reich) melainkan sebagai suatu status
hukum (staat – state), suatu
masyarakat hukum (legal society)
sebagai hasil dari perjanjian masyarakat (social
contract).
Jadi, negara adalah hasil
dari perjanjian masyarakat, dari individu-individu yang bebas, sehingga hak
asasi mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari Negara.
7.
Kerajaan
(monarchy)
8.
Negara/nagara/negeri
9.
Desha,
desa,desh (mis : Bangladesh)
Negara dalam bahasa Indonesia
berasal dari bahasa Sanskerta (Jawa Kuno), yaitu Nagara. Secara historis-geopolitik, keberadaan negara Inonesia
bukanlah sebagai suatu bentuk negara kecil (city
state/polis) melainkan sebagai suatu archipelagic
state (negara kepulauan) yang disebut sebagai nusantara (rangkaian nusa)
Berdasarkan sejarah ketatanegaraan
Indonesia dapat diketahui bahwa Indonesia
pernah ditata dalam bentuk kerajaan-kerajaan besar yang dikuasai oleh
dinasti-dinasti (wangsa). Dua kerajaan
besar yang ada di Indonesia saat itu
yang dapat disebut sebagai nagara adalah Sriwijaya dan Majapahit, selain itu Mataram
dan Demak juga dapat disebut sebagai negara. Istilah negara pada masa itu
menunjuk pada suatu pemerintahan yang berbentuk monarki atau kerajaan.
Kerajaan-kerajaan besar
tersebut selain diarahkan sebagai civitas terena (duniawi) juga diarahkan
sebagai civitas dei (keagamaan). Para
raja, ratu atau sultan umumnya berkuasa secara absolut. Dalam keadaan demikian
maka tidak seluruh hak asasi rakyat
terjamin secara penuh karena masih didominasi oleh kekuasaan absolut dari raja yang
masing-masing memiliki karakter yang berbeda, ada yang bijaksana dan ada pula
yang tiran.
Berdasarkan sejarah tersebut dapat
disimpulkan bahwa hakikat negara adalah
suatu ikatan sosial atau dalam status hidup bersama sebagai komunitas politik
dimana hak-hak warga negaranya
mendapatkan jaminan dari penguasa.
Secara sosiologis, hakikat suatu negara dapat dilihat
sebagai :
5.
Ikatan suatu bangsa
Maksudnya adalah suatu komunitas sosiologis yang hidup bersama dalam suatu wilayah, senasib sepenanggungan dalam menjalankan
hidupnya.
6.
Organisasi kewibawaan
Negara sebagai organisasi yang memiliki wibawa untuk memutuskan hal-hal
yang penting bagi kehidupan bersama. Kewibawaan ini ditunjukkan dengan adanya
kepatuhan komunitas untuk melaksanakan putusan bersama tersebut.
7.
Organisasi jabatan (ambten
organisatie)
Negara terbagi dalam jabatan-jabatan yang menjalankan fungsi-fungsi
tertentu. Organisasi ini muncul karena organisasi kewibawaan mengasumsikan adanya jabatan-jabatan untuk
menjalankan fungsi-fungsi tersebut secara bersama.
8.
Organisasi kekuasaan (dwang
organisatie)
Negara merupakan alat untuk menjalankan kekuasaan dalam arti luas.
Kekuasaan ini dapat memaksakan kehendak orang yang berkuasa. Oleh sebab itu
banyak orang yang ingin menjadi pejabat negara untuk memperoleh kekuasaan.
Secara
yuridis, hakikat suatu negara adalah
sebagai :
1.
Pemilik atau penguasa atas tanah (teori
Patrimonial-Feodal)
2.
Pihak yang menguasai atau memerintah
3.
Sebagai pelindung hak asasi manusia
Teori Perjanjian Masyarakat (Social
Contract-Pactum Unionis) menempatkan hakikat negara sebagai pelindung hak
asasi manusia dimana negara merupakan
pelaksana dari kehendak umum (volente
generale).
4.
Penjelmaan tata hukum nasional
Hans Kelsen berpendapat bahwa
hakikat negara sebagai penjelmaan tata hukum nasional, personificatie van het rechtorde karena eksistensi negara tampak
dari adanya sistem hukum yang berlaku dalam mengatur kehidupan komunitas bangsa
tersebut.
Berdasarkan pendapat para founding fathers dan framers
of the constitution of the Republic
of Indonesia, hakikat
Negara RI
adalah sebagai :
1.
Ikatan sosiologis bangsa Indonesia yang terdiri dari
beraneka ragam suku bangsa, bahasa dan budaya.
2.
Organisasi kewibawaan yang menunjukkan eksitensi
pemerintahan yang secara efektif mengambil keputusan-keputusan nasional bagi
berlangsungnya kehidupan bangsa
Indonesia.
3.
Organisasi jabatan yang mengatur struktur jabatan-jabatan
dalam pemerintahan guna menjalankan fungsi dan tujuan negara yang telah ditetapkan dalam
konstitusi.
4.
Organisasi kekuasaan yang menentukan segala bentuk
kekuasaan di bawahnya (forma-formarum)
dan memaksakan berlakunya norma-norma
yang ada dalam masyarakat (norma-normarum).
5.
Penguasa atas cabang-cabang produksi yang penting dan
yang menguasai hajat hidup o0rang banyak.
6.
Penguasa atas bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya.
7.
Organisasi publik yang melindungi hak asasi warga
negaranya, baik di dalam maupun di luar negeri.
8.
Organisasi yang melaksanakan cita-cita hukum dalam
kehidupan bernegara, menciptakan kepastian hukum, keadilan dan kedamaian hidup
warga negaranya. Dalam hal ini negara
merupakan alat untuk merealisasikan keadilan sosial.
Hal yang terpenting dari hakikat
negara adalah bahwa negara merupakan alat untuk mengantarkan bangsa Indonesia
mencapai kebahagiaan dunia dan
akhirat. Dengan demikian hakikat negara
tidak hanya untuk merealisasikan kemakmuran duniawi tetapi juga untuk memfasilitasi pelaksanaan
nilai-nilai ketuhanan keberagaman setiap individu dan kelompok warga negara
yang religius (teosentrism). Pelaksanaan
kebebasan beragama dalam menjalankan ajarannya dan berkelompok tertentu
diperbolehkan selama bukan merupakan aliran sesat yang akan menyesatkan umat
beragama itu sendiri.
BAB IV
TEORI PEMBENARAN HUKUM NEGARA
(Die Lehren von der
Rechtsfertigung des Staates)
Teori pembenaran hukum dari negara
atau teori penghalang tindakan penguasa (Rechtvaardiging
theorieen) membahas tentang
dasar-dasar yang dijadikan alasan sehingga
tindakan penguasa negara dapat dibenarkan.
Keberadaan negara (existence) dapat dibenarkan berdasarkan
sumber-sumber kekuasaan, antara lain :
1. Kewenangan langsung atau tidak langsung dari Tuhan yang
diterapkan dalam bentuk konstitutif dan kepercayaan yang diformalkan dalam
ketentuan negara (Teori Teokrasi).
2. Kekuatan
jasmani dan rohani serta materi (finansial) yang diefektifkan sebagai alat
berkuasa. Dalam bentuk yang modern
seperti kekuatan militer yang represif, kharisma para rohaniawan yang
berpolitik atau dalam bentuk money
politics (Teori Kekuatan).
3. Adanya
perjanjian, baik perjanjian perdata maupun publik serta adanya pandangan dari
perspektif hukum kekeluargaan dan hukum benda (Teori Yuridis).
Secara rasional, suatu pemerintahan tidak mungkin lagi
menyandarkan wewenang dan kekuasaannya atas dasar kekuatan fisik angkatan
perang (militer) yang represif, mitos-mitos feodalistik maupun teokratik.
Hal-hal yang bersifat irrasional dan dipaksakan semakin lama semakin
ditinggalkan sejalan dengan perkembangan
pemikiran filsafat dan politik serta teknologi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
tanpa ada legitimasi yang rasional maka
suatu negara tidak mungkin akan berjalan
secara efektif.
Legitimasi atas suatu negara memegang
peranan yang penting karena walaupun memiliki kekuasaan namun suatu
pemerintahan negara tidak mungkin berjalan efektif tanpa adanya legitimasi yang penuh. Pemerintahan
negara dan alat-alat perlengkapannya sebagai instrumen penataan masyarakat yang memegang kekuasaan politik utama harus
memiliki pembenaran atau pendasaran yang sah (legitimasi) atas kekuasaan yang
dijalankan agar ia dapat melaksanakan
fungsinya secara efektif.
1. Pembenaran Negara dari Sudut Ke-Tuhanan (TheoCratische Theorieen)
Teori ini beranggapan bahwa tindakan penguasa/negara selalu benar karena
negara diciptakan oleh Tuhan.
Tuhan menciptakan negara dengan dua cara, yaitu :
a.
Secara langsung → cirinya
adalah seseorang berkuasa karena mendapat wahyu dari Tuhan.
b.
Secara tidak langsung
→ seseorang berkuasa karena
kodrat Tuhan.
Tokoh-tokoh penganut paham ini antara lain adalah :
a.
Agustinus
Agustinus dalam bukunya De Civitate
Dei menjelaskan bahwa negara pada dasarnya terdiri dari dua macam, yaitu :
2) Civitas Dei
(Negara Tuhan)
Yaitu negara yang langsung dipimpin oleh Tuhan.
Negara Tuhan di dunia diwakili oleh
gereja dan atau oleh kerajaan-kerajaan lain yang tunduk pada pimpinan gereja
yang otomatis tunduk pada Tuhan.
3) Civitas Terrana/Civitas Diaboli
Civitas terrana adalah
negara duniawi. Menurut Agustinus, Civitas
terrana disebut juga civitas diaboli karena
dibuat oleh setan.
Negara dunia hanya mengejar kepuasan duniawi sehingga menimbulkan keserakahan,
kebencian, peperangan, penderitaan dan
akhirnya keruntuhan.
b.
Thomas Aquinas
Menurut Thomas Aquinas, negara yang burukpun bukan buatan setan tetapi
tetap diakui sebagai perwujudan kekuasaan dan kehendak Tuhan. Negara
timbul dari pergaulan antara manusia
yang ditentukan oleh hukum dan tata alam.
Hukum tata alam juga terjadi dari kehendak Tuhan dan menurut hukum
Tuhan.
Tuhan menjadikan manusia sebagai mahluk yang bergaul dan memberikan seorang
pemimpin (raja). Oleh karena itu, kekuasaan raja dalam memimpin negara juga
berasal dari Tuhan.
c.
Ludwig von Haller
Menurut Ludwig von Heller, sifat negara adalah ketertiban. Dalam negara ada
tuan dan hamba, ada yang kuat dan yang lemah, ada yang tinggi dan rendah serta
ada yang kaya dan miskin. Yang kuat berkuasa memerintah yang lemah. Hal ini
merupakan kodrat alam dan itulah yang dikehendaki dan diatur oleh Tuhan. Manusia dengan segala kecerdasannya tidak
mungkin dapat mengubah keadaan yang
telah ditentukan oleh Tuhan. Dari kuasa dan kehendak Tuhanlah asal segala kekuasaan dan asal berdirinya
negara.
d.
Friedrich Julius
Sthal
Dalam bukunya, Die Philosophie des
Rechts, ia berpendapat bahwa negara
timbul dari takdir ilahi. Kekuasaan dapat tampak sebagai penyusunan kekuasaan oleh manusia, baik dalam keluarga,
kelompok, suku, bangsa atau gereja.
Namun, pada hakekatnya, kekuasaan
terjadi karena kehendak dan kekuasaan Tuhan. Peperangan,
penyerbuan,penaklukan, penyerahan dll
terjadi karena kehendak Tuhan. Selain itu, Friedrich juga berpendapat
bahwa negara adalah The March of God in the World (laku Tuhan di dunia).
2. Pembenaran Negara dari Sudut Kekuatan
Berdasarkan teori ini, siapa yang memiliki kekuatan akan mendapatkan
kekuasaan dan memegang pemerintahan.
Kekuatan tersebut meliputi :
a.
Kekuatan jasmani (physic)
b.
Kekuatan rohani (phychis)
c.
Kekuatan materi (kebendaan)
d.
Kekuatan politik.
Charles Darwin
Menurut teori evolusi Charles Darwin, bahwa kehidupan di alam semesta
merupakan suatu perjuangan untuk mempertahankan hidup, yang kuat akan menindas
yang lemah. Oleh karena itu semua orang berusaha untuk kuat dan unggul.
Semua imperium ditegakkan berdasarkan kekuasaan ini, misalnya Napoleon,
Hitler, Mussolini dan Stalin.
Leon Duguit
Pihak yang dapat memaksakan kehendaknya adalah pihak yang kuat (lesplus forts). Kekuatan tersebut
mengandung beberapa faktor, misalnya
keistimewaan fisik, intelegensia, ekonomi dan agama.
Paul Laband, George Jellineck, von Jhering
Mereka berpendapat bahwa suatu kenyataan yang wajar harus diterima bahwa
kekuasaan dan kedaulatan sepenuhnya ada
di tangan negara dan pemerintahan.
Franz Oppenheimer
Dalam bukunya, Der Staat, ia
berpendapat bahwa negara adalah suatu susunan masyarakat yang oleh golongan
yang menang dipaksakan kepada golongan yang ditaklukan dengan maksud untuk mengatur kekuasaan golongan yang satu atas golongan
yang lain dan melindungi terhadap ancaman pihak lain. Tujuan dari semuanya
adalah pemerasan ekonomi dari golongan
yang menang terhadap yang kalah.
3. Pembenaran Negara dari Sudut Hukum
Teori ini menyatakan bahwa tindakan pemerintah dibenarkan karena didasarkan
kepada hukum.
Teori ini merinci lagi hukum ke dalam
3 jenis, yaitu :
a.
Hukum Keluarga (Teori
Patriarchal)
Teori patriachal berdasarkan hukum keluarga karena pada zaman dulu
masyarakat masih sangat sederhana dan negara belum terbentuk. Masyarakat
hidup dalam kesatuan-kesatuan keluarga besar yang dipimpin oleh kepala
keluarga.
b.
Hukum Kebendaan (Teori
Patrimonial)
Patrimonial berasal dari istilah
patrimonium yang berarti hak milik. Raja mempunyai hak milik terhadap daerahnya, oleh karena itu semua
penduduk di daerahnya harus tunduk pada
raja. Raja biasanya mendapat bantuan
dari kaum bangsawan untuk mempertahankan
wilayahnya. Jika perang berakhir maka raja memberikan hak atas tanah
kepada bangsawan. Hak atas tanah berpindah dari raja kepada bangsawan sehingga
para bangsawan mendapat hak untuk memerintah (overheidsrechten).
c.
Hukum Perjanjian (Teori Perjanjian)
Tokohnya antara lain adalah :
1)
Thomas Hobbes
Menurut Thomas Hobbes, manusia harus
selalu mempunyai kekuatan karena memiliki rasa takut diserang oleh manusia lain yang lebih
kuat. Oleh karena itu rakyat mengadakan
perjanjian dan dalam perjanjian tersebut, raja tidak diikutsertakan. Oleh
karena itu raja mempunyai kekuasaan mutlak setelah hak-hak rakyat diserahkan
kepadanya (Monarchie Absoluut).
2)
Jhon Locke
Rakyat dan raja mengadakan perjanjian. Oleh karena itu
raja berkuasa untuk melindungi rakyatnya. Jika raja bertindak sewenang-wenang
maka rakyat dapat meminta pertanggung jawabannya. Perjanjian antara raja dengan
rakyatnya menimbulkan monarki terbatas (monarchie constitusionil) karena kekuasaan raja dibatasi oleh
konstitusi.
Dalam perjanjian masyarakat tersebut terdapat dua macam
pactum, yaitu :
e. Pactum Uniones
ð perjanjian untuk membentuk suatu kesatuan (kolektivitas) antara
individu-individu.
f. Pactum Subjectiones ð perjanjian untuk
menyerahkan kekuasaan antara rakyat dengan raja.
Jhon Locke berpendapat bahwa pactum uniones dan pactum
subjectiones memiliki pengaruh yang sama kuatnya sehingga dalam penyerahan
kekuasaah, raja harus berjanji akan
melindungi hak asasi rakyatnya.
Ajaran Jhon Locke hampir sama dengan ajaran Monarchemachen yaitu suatu aliran yang
timbul dalam abad pertengahan yang memberikan reaksi atas kekuasaan raja yang
mutlak. Aliran tersebut mengadakan perjanjian untuk membatasi kekuasaan raja.
Hasil perjanjian tersebut diletakkan dalam Leges
Fundamentalis yang menetapkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak.
Oleh karena itu ajaran Jhon Locke sering
disebut sebagai warisan Monarchemachen.
3)
J.J. Rousseau
Menurut Rousseau, kedaulatan dan
kekuasaan rakyat tidak pernah diserahkan kepada
raja. Jika raja memerintah maka
raja hanya merupakan mandataris rakyat.
Menurut Rousseau, hal yang pokok dari perjanjian masyarakat adalah menemukan
suatu bentuk kesatuan, membela dan
melindungi kekuasaan bersama disamping kekuasaan pribadi dan milik setiap orang
sehingg semua orang dapat bersatu, namun setiap orang tetap bebas dan merdeka. Rouseeau tidak mengenal adanya
hak alamiah, hak dasar atau hak asasi.
Dalam perjanjian masyarakat berarti setiap orang menyerahkan semua haknya kepada masyarakat.
Akibat adanya perjanjian masyarakat adalah :
a)
Terciptanya kemauan umum (Volonte Generale)
Yaitu kesatuan dari kemauan orang-orang yang telah menyelenggarakan perjanjian masyarakat.Volonte generale merupakan
kekuasaan yang tertinggi atau kedaulatan.
b)
Terbentuknya masyarakat (Gemeinschaft)
Gemeinschaft
merupakan kesatuan dari orang-orang yang
menyelenggarakan perjanjian masyarakat. Masyarakatlah yang memiliki kemauan
umum, kekuasaan tertinggi atau
kedaulatan yang tidak dapat dilepaskan
yang disebut sebagai kedaulatan rakyat.
Perjanjian masyarakat telah menciptakan negara. Berarti, ada peralihan
dari keadaan bebas ke keadaan bernegara.
4. Pembenaran Negara dari Sudut Lain
a. Teori Ethis/Teori Etika
Berdasarkan teori ini, suatu negara
ada karena adanya suatu keharusan susila.
Berdasarkan teori ini maka ada 3 pendapat dari para ahli ilmu negara, yaitu :
1)
Plato dan Aristoteles
Menurut Plato dan Aristoteles, manusia tidak akan berarti bila belum bernegara. Negara merupakan sesuatu hal
yang mutlak, tanpa negara maka tidak ada manusia. Oleh karena itu seluruh
tindakan negara dapat dibenarkan.
2)
Immanuel Kant
Menurut Immanuel Kant, tanpa adanya
negara maka manusia tidak dapat tunduk
pada hukum yang dikeluarkan. Negara adalah ikatan manusia yang tunduk pada
hukum, akibatnya tindakan negara dibenarkan.
3)
Wolft
Wolf berpendapat bahwa keharusan untuk membentuk negara merupakan keharusan moral yang tertinggi.
b. Teori Absoulut dari Hegel
Menurut Hegel, tujuan manusia
adalah kembali pada citacita yang
abolut. Penjelmaan cita-cita yang absolut dari manusia adalah negara. Tindakan negara dibenarkan karena negara
adalah sesuatu yang dicita-citakan oleh manusia.
c. Teori Psychologis
Teori ini menyatakan bahwa alasan
pembenaran negara didasarkan pada unsur psychologis manusia, seperti rasa
takut, rasa sayang dll sehingga segala tindakan negara dapat dibenarkan.
TEORI PEMBENARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Jika dikaikan dengan Negara Keatuan Republik
Indonesia, maka berdasarkan teori legitimasi yang menjadi pembenaran (dasar
pembenar) kekuasaan negara d Indonesia , yaitu :
a.
Legitimasi Sosiologis
Pengakuan masyarakat atas adanya kekuasaan negara terlihat dari kenyataan
politik yang menunjukkan adanya kekuatan kelembagaan negara yang menguasai kehidupan warga negaranya.
Legitimasi sosiologis yang telah mengalami proses artikulatif dalam institusi-institusi politik yang
artikulatif dipahami sebagai legitimasi politik. Proses tarik menarik
kepentingan antara pihak yang berkuasa yang terwujud dalam keputusan politik
dianggap telah memiliki legitimasi politik.
b.
Legitimasi Yuridis
Pembenaran dari sudut yuridis (hukum)
terlihat dari adanya dasar hukum yang jelas atas keberadaan suatu negara.
Dasar hukum dari keberadaan negara Repubik Indonesia adalah proklamasi
kemerdekaan. Jika dilihat dari Teori Kontrak
maka proklamasi merupakan Unilateral Contract
yang mendapat pengakuan dari dunia internasional. Karena sudah mendapat
pengkuan dari dunia internasional maka negara Republik Indonesia merupakan subjek hukum internasional yang memiliki hak
dan kewajiban tertentu sebagai anggota masyarakat hukum internasional.
Keberadaan konstitusi negara yaitu
UUD 1945 menegaskan dasar yuridis eksistensi ketatanegaraan sebagai komunitas politik yang mandiri, tidak
berada di bawah kedaulatan negara lain dan mampu mempertahankan kemerdekaan
secara politis dan sosiologis. Selain
itu, keberadaan unsur-unsur negara menjadi dasar legitimasi de jure bagi Republik Indonesia.
c.
Legitimasi Etis-Filosofis
Dasar keabsahan negara secara etis dapat dilihat dari pendapat Wolf dan
Hegel, yaitu bahwa pembentukan negara merupakan keharusan moral yang tertinggi
untuk mewujudkan cita-cita tertinggi
dari manusia dalam suatu lingkungan politik yang bernama negara.
Legitimasi etis (moral) mempersoalkan keabsahan wewenang kekuasaan politik
dari segi norma moral, bukan dari kekuatan politik riil yang ada dalam
masyarakat, bukan pula atas dasar ketentuan hukum (legalitas) tertentu.
Legitimasi etis-filosofis merupakan penyempurnaan akhir dari kemauan dan
kemampuan pihak penguasa. Walaupun suatu
pemerintahan memiliki banyak legitimasi sebagai dasar kekuasaannya, namun tanpa
adanya legitimasi etis yang berpihak pada kepentingan kepentingan kemanusiaan
maka pemerintahan tersebut pasti akan
dijatuhkan, baik melalui pemberontakan sosial, demonstrasi people power, revolusi, reformasi (evolusi) atau pergantian melalui
mekanisme konstitusional.
Tindakan berkuasa dari negara dibenarkan karena negara merupakan cita-cita
manusia yang membentuknya.
Dalam konteks negara Republik Indonesia, keberadaan negara dimaksudkan
untuk merealisasikan tujuan etis secara kolektif.
Jadi,
dapat disimpulkan bahwa suatu pemeritahan negara seharusnya berdiri tergak di
atas legitimasi yang kokoh, di atas seluruh legitimasi. Tidak hanya bersifat
teologis, sosiologis (mendapat pengkuan masyarakat) dan yuridis (berlaku
sebagai hukum positif dalam format yuridis ketatanegaraan tertentu) namun juga
etisfilosofis.
Suatu
legitimasi dapat mengalami krisis bila orang atau lembaga yang memiliki
legitimasi tersebut tidak memiliki
kecakapan (skill) yang cukup untuk
mengelola negara secara keseluruhan.
Oleh karena itu legitimasi harus
pula diikuti oleh capability dan capacity
untuk mengimplementasikan program yang
langsung menyentuh rakyat karena pada dasarnya rakyatlah pemegang legitimasi
yang tertinggi. Keamanan dan
kesejahteraan rakyat merupakan ukuran utama untuk menilai kemampuan legitimasi
pemerintahan suatu negara.
Jadi,
dapat disimpulkan bahwa kekuasaan yang
sah (legitimated) tidak selalu
berbanding lurus dengan kecakapan pemerintahannya. Pemerintah yang sah (legitimated government) tidak selalu cakap dalam mengelola negara.
Keberadaan negara dibenarkan sebagai perpanjangan tangan dari kekuasaan
Tuhan yang memerintahkan hambanya agar hidup teratur dalam mengabdi kepada-Nya.
Bernegara merupakan manifestasi
pengabdian hamba terhadap Khaliqnya. Pandangan ini umumnya disebut
teokratis. Namun sebenarnya lebih tepat
teosentris (berorientasi kepada Tuhan) sebagai wujud bangsa yang
religius.
Bangsa Indonesia mengakui keberadaan negaranya sebagai rahmat Tuhan Yang Maha Esa
(Pembukaan UUD 1945 : ”Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa...”)
Bangsa Indonesia menyadari bahwa
Tuhan telah memberikan rahmat dan berkahnya bagi bangsa Indonesia, dan hal ini
merupakan wujud legitimasi teologis.
BAB V
TEORI
TERJADINYA NEGARA
Suatu negara tidak terjadi begitu saja tetapi
melalui suatu proses dengan dipenuhinya satu unsur kepada unsur lainnya
sehingga pada akhirnya seluruh unsur terpenuhi.
Dengan dipenuhinya seluruh unsur tersebut maka kapasitas
negara sebagai entitas politik tidak diragukan lagi sebagai subjek hukum
(legal entity). Dalam hukum
internasional disebut sebagai subjek hukum internasional yang berkapasitas
penuh dalam kedaulatannya.
Proses
terjadinya negara dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu :
1.
Terjadinya
Negara Secara Primer (Primair
Staatswording)
Teori terjadinya negara secara primer adalah teori yang membahas tentang
terjadinya negara yang tidak dihubungkan dengan negara yang telah ada sebelumnya.
Menurut teori ini, perkembangan negara secara primer melalui 4 phase, yaitu
:
a. Phase Genootshap (Genossenschaft)
Fase
ini merupakan pengelompokkan dari orang-orang yang menggabungkan dirinya untuk
kepentingan bersama dan disadarkan pada persamaan. Mereka menyadari bahwa mereka mempunyai
kepentingan yang sama. Kepemimpinan dipilih secara Primus Inter Pares (yang terkemuka diantara yang sama).
Pada
fase ini yang terpenting adalah unsur bangsa.
b. Phase Reich (Rijk)
Pada fase ini, kelompok orang yang telah menggabungkan diri tersebut telah
sadar akan hak milik atas tanah sehingga
kemudian muncul tuan-tuan tanah yang berkuasa atas tanah dan orang-orang
yang menyewa tanah. Hal ini menimbulkan sistem
feodalisme .
Pada fase ini yang terpenting adalah unsur wilayah.
c. Phase Staat
Pada fase ini masyarakat telah sadar dari tidak memiliki negara menjadi
memiliki negara.
Pada fase ini yang terpenting adalah
bahwa ketiga unsur dari negara
(bangsa, wilayah dan pemerintahan yang berdaulat) telah terpenuhi.
d. Phase nation state
Pada fase ini rakyat memegang kekuasaan yang tertinggi.
Fase ini dapat dibagi dua lagi,yaitu :
1) Phase democratsiche Natie
Democratische Natie
terbentuk atas dasar kesadaran demokrasi nasional, kesadaran akan adanya
kedaulatan di tangan rakyat.
2) Phase Dictatuur (dictum)
Ada
2 pendapat mengenai fase dictatuur,
yaitu :
a)
Menurut
pendapat para sarjana Jerman, bentuk
diktator merupakan perkembangan lebih
lanjut dari democtatische natie.
b)
Menurut
pendapat sarjana lainnya, dictatuur
merupakan penyelewengan dari democratische
natie.
2.
Terjadinya Negara Secara Sekunder (Scundaire Staats Wording)
Teori
terjadinya negara secara sekunder membahas
terjadinya negara dihubungkan
dengan negara-negara yang telah ada sebelumnya. Berdasarkan teori ini,yang
terpenting adalah adanya pengakuan (erkening).
Pengakuan (erkening) dapat dibedakan dalam tiga
macam, yaitu :
a.
Pengakuan De Facto
Pengakuan
de facto adalah pengakuan yang bersifat sementara terhadap terbentuknya
suatu negara baru. Hal ini disebabkan karena pada kenyataannya memang telah terbentuk suatu negara baru namun apakah terbentuknya negara baru tersebut
telah melalui prosedur hukum atau tidak masih memerlukan penelitian lebih
lanjut. Oleh karena itu pengakuan yang
diberikan masih bersifat sementara.
Pengakuan de facto dapat meningkat kepada pengakuan de jure jika ternyata terbentuknya negara baru tersebut memang
telah melalui prosedur hukum yang sebenarnya.
b.
Pengakuan De Jure (Pengakuan
Yuridis)
Pengakuan
de jure adalah pengakuan yang seluas-luasnya dan bersifat
tetap terhadap timbulnya suatu negara baru karena terbentuknya negara baru
tersebut berdasarkan hukum.
c.
Pengakuan atas Pemerintahan De Facto
Pengakuan
terhadap pemerintahan de facto adalah pengakuan hanya terhadap pemerintahan suatu negara sedangkan
wilayahnya tidak diakui.
Unsur-unsur
yang harus ada dalam suatu negara adalah
pemerintahan, wilayah dan rakyat. Dengan demikian jika yang ada hanya pemerintahannya maka itu bukanlah negara karena tidak seluruh
unsurnya terpenuhi.
Suatu negara, selain dapat terbentuk
atau timbul juga dapat runtuh atau lenyap. Runtuh atau lenyapnya suatu negara
dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
- Hilangnya negara karena faktor alam.
Suatu
negara yang sudah ada menjadi lenyap karena faktor alam. Alam menyebabkan
wilayah suatu negara menjadi hilang
lenyap. Misalnya : negara Atlantis.
Hilangnya
negara karena faktor alam antara lain disebabkan karena :
a.
Gunung meletus
b.
Pulau yang terendam air laut.
- Hilangnya negara karena faktor sosial.
Maksudnya adalah bahwa hilangnya atau
lenyapnya suatu negara yang semula ada dan diakui oleh negara lain tetapi hilang karena factor social. Factor
social tersebut diantaranya adalah :
- Penaklukan
b.
Revolusi
(kudeta yang berhasil)
c.
Perjanjian
d.
Penggabungan.
Teori
terjadinya negara, baik terjadinya Negara secara primer maupun sekunder
berhubungan erat dengan syarat
keberadaan sebuah negara. Syarat adanya entitas
hegara harus memenuhi unsur-unsur
primer dan sekunder.
1. Unsur
primer, meliputi :
- Penduduk (rakyat)
- Wilayah
- Pemerintahan
Unsur-unsur primer ini harus dipenuhi untuk eksistensi negara. Tanpa adanya unsur primer maka tidak
mungkin ada negara.
2. Unsur
sekunder
Unsur sekunder adalah
pengakuan. Unsur ini merupakan unsur tambahan yang akan menguatkan keberadaan
suatu negara dalam masyarakat hukum
internasional. Negara yang baru muncul dalam komunitas hukum internasional
memerlukan pengakuan dari negara lain atas eksistensinya sebagai suatu negara.
Walaupun merupakan unsur
tambahan namun pengakuan juga akan menentukan
secara signifikan kelanjutan
hidup suatu negara. Seperti halnya
manusia, negara juga tidak akan bisa
hidup tanpa adanya hubungan dengan manusia atau negara lain. Hal ini diperlukan
untuk memenuhi keperluan hidupnya, bertukar kebudayaan dan teknologi etc.
TERJADINYA
NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Jika
dikaitkan dengan teori terjadinya Negara, maka terjadinya Negara Republik Indonesia
secara teoritis-historis telah memenuhi
unsur primer dan sekunder.
Pada
awalnya komunitas suku bangsa di Indonesia hidup dalam suatu bentuk kelompok-kelompok
kekeluargaan (genossenschaft-gemeinschaft).
Kemudian muncul wilayah-wilayah yang diperintah oleh kerajaan-kerajaan kecil
dan kerajaan-kerajaan besar yang
memiliki kekayaan yang luar biasa (reick,
rijk). Kemudian kelompok-kelompok kehidupan bersama di nusantara ini
memunculkan kesadaran bersama sebagai bangsa melalui Kongres Pemuda 1928. hal ini merupakan embrio dalam
memasuki tahap bangsa-bangsa (staat--state).
Tahap selanjutnya adalah terbentuknya suatu nation-state
dimana rakyat Indonesia
memegang kekuasaan tertinggi dan
memiliki kedaulatan (rakyat berdaulat-democratische
natie)
Melalui
Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17
Agustus 1945 dan perjuangan panjang
Perjanjian Linggarjati, Roem-Royen, KMB dan diplomasi
internasional. Kemudian pada akhirnya
Negara Republik Indonesia
diakui keberadaannya sebagai subjek
hukum internasional yang baru, sebagai negara baru yang sederajat dengan negara
lainnya dalam komunitas internasional.
Demokrasi
terpimpin pada masa pemerintahan Soekarno dan Soeharto merupakan pemerintahan
yang dictatuur-dictatorship. Bentuk
ini tidak dianggap sebagai perkembangan selanjutnya dari democratische natie tetapi
merupakan anomalia sejarah dan merupakan bentuk penyimpangan atau
penyelewengan kedaulatan rakyat. The rule
of law and the people menyimpang menjadi the rule of man. Bentuk akhir yang hingga saat ini terus
diperjuangkan adalah bentuk Negara hukum yang demokratis.
BAB VI
TEORI TUJUAN
NEGARA
(Die Lehren vom
Zweck des Staates)
Setiap negara pasti memiliki tujuan tertentu yang berbeda
antara satu negara dengan negara lainnya. Para ahli ilmu negara sebagian
berpendapat bahwa tujuan negara
dihubungkan dengan tujuan akhir manusia
dan ada pula yang menghubungkan antara tujuan negara dengan kekuasaan.
Tujuan negara menurut pendapat para
ahli, antara lain adalah :
1.
Hegel
Menurut Hegel, negara mempunyai
kemampuan sendiri dalam mengejar
pelaksanaan idee umumu. Oleh karena itu tujuan negara adalah negara itu
sendiri. Negara memelihara dan menyempurnakan diri sendiri. Kewajiban
tertinggimanusia adalah menjadi warga negara sesuai dengan undang-undang.
Hegel menciptakan teori dialektika : melalui tese, antitese dan sintese
lahir dan timbullah kemajuan.
2.
Agustinus
Menurut Agustinus, tujuan negara dihubungkan dengan cita-cita manusia hidup
di alam yang kekal yaitu sesuatu yang diinginkan Tuhan.
3.
Shang Yang
Shang Yang menghubungkan tujuan
negara dengan mencari kekuasaan semata sehingga negara identik dengan penguasa.
4.
John Locke
Menurut John Locke, pembentukan political
or civil society menyebabkan manusia
tidak melepaskan hak asasinya.
Tujuan negara adalah memelihara dan menjamin hak asasi,yaitu :
a.
Hak hidup/nyawa (leven)
b.
Hak atas badan (lijf)
c.
Hak atas harta benda (vermogen)
d.
Hak atas kehormatan (eer)
e.
Hak kemerdekaan (vrij
heid)
5.
Rousevelt
Rousevelt membagi hak kemerdekaan ke
dalam :
a.
Freedom
from want
b.
Freedom
from fear
c.
Freedom
of speech
d.
Freedom
of religion
6.
Mahatma Gandhi
a.
Freedom
from want
b.
Freedom
from fear
c.
Freedom
of speech
d.
Freedom of
religion
e.
Freedom
of doing mistake
7.
Soekarno
a.
Freedom
from want
b.
Freedom
from fear
c.
Freedom
of speech
d.
Freedom
of religion
e.
Freedom
of doing mistake
f.
Freedom
to be free
8.
Kaum dikatator
Kaum dikatator menganut paham bahwa
negara merupakan tujuan. Warga negara harus mengorbankan apapun yang
diperintahkan pemegang kuasa. Jadi penjelmaannya adalah negara kekuasaan.
9.
Zaman modern
Umumnya, pada zaman modern, tujuan negara adalah menyelenggarakan kesejahteraan dan kebahagiaan rakyat demi
tercapainya masyarakat adil dan makmur.
Tujuan suatu negara dapat
dibedakan berdasarkan filosofi,
situasi-kondisi dan sejarah dari negara yang bersangkutan. Secara garis besar,
teori tujuan negara membagi arah tujuan negara menjadi tiga, yaitu :
1.
Mencapai kekuasaan politik
Negara identik dengan penguasa. Oleh sebab itu tujuan negara adalah
membangun kekuasaan secara efektif.
Penguasa (pemerintah) menggunakan kekuasaannya untuk memaksakan
kepentingannya. Setiap penguasa selalu
ingin mempertahankan, memperkuat dan memperluas kekuasannya. Setelah memiliki
kekuasaan yang kuat (langgeng-absolut) maka penguasa menjadi korup, tiran dan
despotik (semena-mena dan kejam).
Lord Acton berpendapat
bahwa karakter kekuasaan yang demikian adalah: Power tends to corrupt; absolute power corrupts absolutely.
2.
Mencapai kemakmuran material
Negara bertujuan untuk mewujudkan kemakmuran atau kesejahteraan material
karena negara sebagai organisasi
masyarakat berusaha untuk memenuhi kebutuhan materialnya secara terstruktur
melalui pemerintahan yang ada.
Dalam ilmu negara umum, tujuan negara untuk mencapai kemakmuran melahirkan tipikal negara yang berbeda, yaitu
:
a) Polizei Staat
→ negara yang bertujuan untuk
mencapai kemakmuran bagi raja/negara.
b) Formele Rechtstaat
→ tujuan negara
adalah mencapai kemakuran individu.
c) Materiele Rechtstaat → tujuan negara adalah mencapai
kemakmuran rakyat (Social Service State –
negara kesejahteraan).
3.
Mencapai kebahagiaan akhirat (konsep eksatologis →
eksatologis : akhir zaman)
Negara memberikan fasilitas kepada rakyatnya agar dapat bebas melaksanakan kaidah agamanya
untuk mempersiapkan kehidupan sesudah kematian (life after death).
Penguasa negara berpendapat bahwa kehidupan di dunia hanya sementara dan
kehidupan akhirat adalah kehidupan yang abadi.
Oleh karena itu seluruh warga negara harus mempersiapkan dirinya untuk
”kehidupan yang sesungguhnya”. Negara harus mengarahkan warga negranya agar
menjadi manusia yang beriman, bertakwa, berilmu dan berteknologi.
Konsekuensi logisnya negara melarang adanya kegiatan yang bertentangan
dengan norma/kaidah agama (nilai-nilai ketuhanan).
TUJUAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Tujuan hakiki dari negara Republik
Indonesia termuat dalam alinea ke-4
Pembukaan UUD 1945, yaitu sebagai berikut :
1.
Mencapai ketuhanan (kemerdekaan, perdamaian abadi)
Negara mengarahkan warga negaranya untuk selamat di dunia dan akhirat
sesuai dengan keyakinan agamanya. Negara juga harus sepenuhnya memberikan
kebebasan warga negaranya untuk melaksanakan ajaran agamanya dan membuat hukum nasional yang mendukung ajaran agama
yang dianut oleh warganegaranya.
Negara mengatasi pertikaian yang mungkin muncul melalui mufakat lintas
agama, ras dan antar golongan. Negara melarang kegiatan yang bertentangan nilai-nilai ketuhanan. Hal
ini merupakan konsekuensi logis dari negara
berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
2.
Mencapai kemanusiaan univesalitas yang melindungi segenap
bangsa dan melaksanakan ketertiban dunia
Negara harus mewujudkan kehidupan yang manusiawi, adil dan beradab yang berkorelasi positif
dengan upaya perlindungan hak asasi manusia.
Tujuan ini menjadi tugas inti dari negara, yaitu melindungi nilai-nilai
kemanusiaan (tidak hanya bagi warga negaranya tetapi juga bagi seluruh umat
manusia).
Kemanusiaan harus didasarkan pada nilai-nilai kemanusiaan yang universal.
Kemanusiaan juga harus didasarkan pada pembentukan masyarakat yang beradab (civilized society) sebagaimana yang
dikonstruksikan dalam masyarakat madani (civil
society)
3.
Mencapai kesatuan bangsa
dan mencerdaskan kehidupan bangsa
Mencapai kesatuan sebagai suatu nation
state yang komprehensif. Kesatuan
komunitas yang sadar dalam lokalitas dan globalitas kemanusiaan.
Nasionalisme yang rasional dan humanisme yang religius. Pemerintah
dibentuk untuk menyadari cita-cita tersebut sehingga rakyat cerdas dan memahami hidupnya dan dapat
menjalani hidupnya dengan baik.
4.
Mencapai kerakyatan hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan
Mencapai kerakyatan dimaksudkan sebagai kolektivitas yang melaksanakan
aspirasi rakyat dengn tuntutan hikmah kebijaksanaan. Konkretnya melalui lembaga
permusyawaratan (MPR) dan lembaga perwakilan (DPR dan DPD).
Demokrasi Indonesia berkaitan secara menyeluruh dengan sila-sila lainnya
dalam Pancasila.
5.
Mencapai keadilan sosial (memajukan kesejahteraan umum)
Mencapai keadilan sosial merupakan tugas negara untuk memberikan kemakmuran
ekonomi dan kesejahteraan spiritual bagi seluruh rakyat Indonesia.
Tujuan ekonomi negara dikonstruksikan dalam penataan keadilan sosial. Kemakmuran material harus dicapai melalui penataan keadilan.
Keadilan harus lebih diutamakan daripada keadilan. Keadilan tanpa kemakmuran
lebib berarti daripada sebaliknya. Negara harus menjadi alat untuk mencapai
keadilan. Keadilan akan menyelamatkan seluruh warga negara.
BAB
VII
TEORI TIPE-TIPE NEGARA
Teori
tipe-tipe negara bermaksud membahas tentang penggolongan negara didasarkan pada ciri-ciri khas yang ada pada suatu
negara. Berdasarkan sejarah teori
kenegaraan Eropa Barat maka pembagian tipe-tipe negara secara kronologis adalah
sebagai berikut :
1. Tipe Negara Menurut Sejarah
a.
Tipe Negara Timur Purba (Alt Orientalische Staaten)
Negara Timur Purba bertipe tirani dimana
raja berkuasa mutlak.
Ciri-ciri negara Timur Purba adalah :
1)
Bersifat terokratis/theocraties
(keagamaan)
Negara
teokrasi adalah negara yang hanya mendasarkan satu agama saja dalam negaranya.
Negara
teokrasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
a)
Teokrasi
langsung → raja dianggap juga sebagai Tuhan atau dewa oleh
warganegaranya.
b)
Teokrasi
tidak langsung
2)
Pemerintahan
bersifat absolut.
b.
Tipe Negara Yunani Kuno
Pada intinya,
tipe negara Yunani Kuno :
1)
Adanya negara kota (polis/city
state)
a) Besarnya
negara kota hanya sebesar kota yang dilingkari benteng pertahanan.
b) Jumlah
penduduknya sedikit, hanya sekitar 300
ribu penduduk.
1)
Demokrasi langsung.
Dalam pelaksanaan demokrasi langsung, rakyat diberi pelajaran ilmu
pengetahuan (encyclopaedie).
Pemerintahan berjalan dengan mengumpulkan rakyat di suatu tempat yang disebut acclesia. Dalam rapat dikemukakan kebijaksanaan
pemerintah dan rakyat ikut memecahkan masalah.
Pemerintahan selalu dipegang oleh ahli-ahli filsafat.
Dalam negara Yunani Kuno demokrasi dapat dilaksanakan secara langsung, hal
ini disebabkan karena :
a)
Wilayahnya tidak terlalu luas
b)
Jumlah penduduk yang masih sedikit, dan dari jumlah yang
sedikit tersebut hanya warga polis saja yang berhak ikut demokrasi, para pedagang dari luar polis dan budak belian
tidak mempunyai hak untuk ikut melaksanakan demokrasi.
c.
Tipe Negara Romawi
Tipe negara Romawi adalah Imperium. Yunani sendiri kemudian menjadi negara
jajahan Romawi.
Ciri tipe negara Romawi Kuno adalah :
1)
Primus
inter pares (yang terkemuka diantara yang sama)
2)
Adanya raja-raja yang absolut (Caesar)
Pemerintahan di Romawi dipegang oleh Caesar
yang menerima seluruh kekuasaan dari rakyat (Caesarismus). Pemerintahan Caesar adalah mutlak atau absolut.
3)
Adanya kodifikasi hukum.
Undang-undang di Romawi dinamakan Lex
Regia.
d.
Tipe Negara Abad Pertengahan
Ciri khas tipe negara pada abad pertengahan adalah :
1.
Teokratis
2.
Feodalisme
3.
Dualisme dalam bernegara, yaitu dualisme (pertentangan) antara:
a) Penguasa
dengan rakyat.
b) Pemilik
dan penyewa tanah (yang menyebabkan timbulnya feodalisme).
c) Negarawan
dan gerejawan (yang menimbulkan sekularisme).
Akibat adanya dualisme ini timbul
keinginan dari rakyat untuk membatasi hak dan kewajiban raja dan rakyat. Hal ini dikemukakan oleh aliran monarchomachen (golongan anti raja yang
mutlak). Perjanjian yang mereka sepakati
diletakkan dalam leges fundamentalis
yang berlaku sebagai undang-undang.
e.
Tipe Negara Modern
Ciri-ciri negara modern adalah :
1.
Berlakunya asas demokrasi
Kedaulatan ada di tangan rakyat dan
demokrasi menggunakan sistem dan lembaga perwakilan.
2.
Dianutnya paham negara hukum
3.
Susunan negaranya adalah kesatuan.
Di dalam satu negara hanya ada satu pemerintahan,yaitu pemerintahan pusat
yang mempunyai wewenang tertinggi.
2. Tipe Negara Ditinjau Dari Sisi Hukum.
Jika ditinjau dari sisi hukum maka
penggolongan tipe negara didasarkan pada hubungan antara penguasa dan
rakyat. Tipe negara dapat dibedakan dalam :
a.
Tipe Negara
Policie (Polizei Staat)
Pada tipe ini negara bertugas menjaga
tata tertib, dengan kata lain negara
penjaga malam. Pemerintahan bersifat monarchi
absolut.
Pengertian policie mencakup dua
arti, yaitu :
1)
Penyelenggara negara positif (bestuur)
2)
Penyelenggara negara negatif (menolak bahaya yang mengancam negara)
b.
Tipe Negara Hukum (Rechstaats)
Istilah negara hukum merupakan terjemahan dari rechstaat. Istilah rechtstaat
mulai populer di Eropa sejak abad XIX. Konsep rechtstaat lahir dari suatu perjuangan menentang absolutisme.
Ciri-ciri rechtstaat adalah :
1)
Adanya UUD atau Konstitusi yang memuat ketentuan tertulis
tentang hubungan antara penguasa dengan rakyat.
2)
Adanya pembagian kekuasaan negara.
3)
Diakui dan dilindunginya hak-hak kebebasan rakyat.
Ciri-ciri tersebut menunjukkan bahwa
ide pokok dari rechstaat adalah adanya pengakuan dan perlindungan terhadap hak
asasi manusia yang bertumpu pada prinsip kebebasan dan persamaan. Adanya pembagian kekuasaan bertujuan untuk
menghindari penumpukan kekuasaan dalam satu tangan yang cenderung akan
disalahgunakan.
Menurut Wirjono Prodjodikoro, negara hukum berarti suatu negara yang di
dalam wilayahnya adalah :
1) Semua
alat-alat perlengkapan negara dalam tindakannya baik terhadap warganegara maupun dalam hubungannya dengan alat-alat
perlengkapan yang lain tidak boleh sewenang-wenang dan harus memperhatikan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2) Semua
penduduk dalam hubungan kemasyarakatan harus tunduk pada peraturan hukum yang
berlaku.
Jika dilihat dari segi ilmu politik, Franz Magnis Suseno mengambil 4 ciri negara hukum yaitu :
1)
Kekuasaan dijalankan sesuai dengan hukum positif yang
berlaku.
2)
Kegiatan negara berada di bawah kontrol kekuasaan
kehakiman yang efektif.
3)
Berdasarkan sebuah UUD yang menjamin HAM.
4)
Menurut pembagian kekuasaan.
Salah satu asas penting dalam negara hukum adalah asas legalitas. Substansi
dari asas legalitas adalah menghendaki agar setiap tindakan badan/pejabat
administrasi harus berdasarkan undang-undang.
Tanpa dasar undang-undang maka badan/pejabat administrasi tiak berwenang melakukan suatu tindakan yang
dapat mempengaruhi atau mengubah keadaan hukum warga negaranya.
Asas legalitas berkaitan erat dengan dua gagasan, yaitu :
1) Gagasan demokrasi
Gagasan demokrasi menuntut agar
setiap bentuk undang-undang dan berbagai keputusan mendapat persetujuan dari
wakil rakyat.
2) Gagasan negara
hukum.
Gagasan negara hukum menuntut agar penyelenggaraan kenegaraan dan
pemerintahan harus didasarkan pada undang-undang dan memberikan jaminan
terhadap hak-hak dasar rakyat yang tertuang dalam undang-undang.
Menurut Sjachran Basah, asas
legalitas berarti upaya mewujudkan paham kedaulatan hukum dan paham kedaulatan
rakyat yang berdasarkan prinsip-prinsip monodualistis yang sifat hakikatnya konstitutif.
Menurut Indroharto, penerapan asas legalitas akan menunjang berlakunya kepastian hukum dan
berlakunya persamaan perlakuan.
Ada tiga bentuk tipe negara hukum :
1)
Tipe Negara Hukum Liberal
Tipe negara ini menghendaki agar
negara berstatus pasif, artinya adalah bahwa warga negara harus tunduk
pada peraturan-peraturan negara.
Penguasa dalam bertindak harus sesuai dengan hukum. Kaum liberal
menghendaki agar antara penguasa
dan rakyat harus ada persetujuan dalam
bentuk hukum.
2)
Tipe Negara Formil
Yaitu negara hukum yang mendapat
pengesahan dari rakyat. Segala tindakan penguasa memerlukan suatu bentuk hukum tertentu, harus
berdasarkan undang-undang. Negara hukum
formil disebut pula sebagai negara
demokratis yang berlandaskan
negara hukum.
Menurut Stahl, negara hukum formil
harus memenuhi empat unsur,yaitu :
a)
Harus ada jaminan terhadap hak asasi manusia
b)
Adanya pemisahan kekuasaan
c)
Pemerintahan didasarkan pada undang-undang
d)
Harus ada peradilan administrasi.
3)
Tipe Negara Hukum Materiil
Negara hukum materiil merupakan
perkembangan lebih lanjut dari negara hukum formil. Jika pada negara
hukum formil tindakan penguasa harus berdasarkan undang-undang (asas legalitas) maka dalam negara hukum
materiil untuk kepentingan warga negara dalam hal keadaan yang mendesak
maka penguasa dibenarkan bertindak
menyimpang dari undang-undang (asas
opportunitas).
c.
Tipe Negara Kemakmuran
Pada tipe negara kemakmuran,negara mengabdi sepenuhnya kepada masyarakat. Dalam negara kemakmuran, negara
merupakan satu-satunya alat untuk menyelenggarakan kemakmuran rakyat. Negara
aktif menyelenggarakan kemakmuram untuk kepentingan seluruh rakyat dan negara.
Jadi, pada tipe negara ini maka tugas negara semata-mata adalah
menyelenggarakan kemakmuran untuk rakyat semaksimal mungkin.
TIPE NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA
Dalam sejarah teori ketatanegaraan
tersebut kita dapat menemukan tipe negara modern yaitu adanya demokrasi
perwakilan dan merupakan bangunan negara
hukum yang demokratis. Bentuk negara hukum yang demokratis (democratische-rechstaat/welfare state)
menjadi cita-cita seluruh negara modern
saat ini.
Berdasarkan karakteristik tipe negara
tersebut maka kita dapat menyimpulkan bahwa Negara Republik Indonesia dapat dikategorikan sebagai negara modern. Konstitusi
negara Republik Indonesia yang telah
diamandemen dalam Pasal 1 ayat (1,2 dan 3) telah dengan jelas menyebutkan
karakteristik cita-cita negara modern tersebut, yaitu :
Pasal 1
UUD 1945
(1)
Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk
republik
(2)
Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan
menurut undang-undang Dasar.
(3)
Negara Indonesia adalah negara hukum.
Selain itu, alasan bahwa Indonesia
dapat dikategorikan sebagai negara modern adalah sebagai berikut :
1.
Negara RI tidak memiliki ciri-ciri seperti yang terdapat dalam tipe negara Timur
Kuno, Yunani Kuno, Romawi Kuno dll yang berciri teokrasi, absolut, negara kota
dengan demokrasi langsung, kerajaan yang absolut atau feodalistis.
2.
Konstitusi negara RI baik sebelum maupun setelah
amandemen telah mencanangkan adanya demokrasi perwakilan dan berupaya
menciptakan bangunan negara hukum yang demokratis.
Pemilihan presiden secara langsung dalam sistem pemilu di Indonesia tidak
berarti bahwa kita melaksanakan demokrasi secara langsung. Wujud demokrasi
langsung yang sesungguhnya adalah dengan
sistem referendum dimana rakyat terlibat secara langsung dan merupakan subjek
yang langsung memutuskan berbagai kebijakan.
Dalam sistem pemilu di Indonesia, rakyat memilih presiden secara langsung
namun presiden yang nanti
terpilihlah yang bertindak sebagai eksekutif yang akan memutuskan kebijaksanaan
yang akan dijalankan dalam pemerintahan. Oleh karena itu lebih tepat
jika Indonesia menjalankan demokrasi
perwakilan atau menjalankan republik.
3.
Negara RI mensyaratkan rakyat untuk pada hukum dan
nilai-nilai Ketuhanan yang dianutnya.
Hal ini memunculkan konsep bahwa negara kita berciri negara nomokratis
yaitu nomokratis Pancasila. Nomokratis →
nomoi (hukum) dan kratein (pemerintahan atau kekuasaan).
Penegasan Indonesia sebagai negara hukum terdapat dalam
Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Amandement
yaitu Negara Indonesia adalah negara hukum. Konsekuensi dari negara hukum
adalah bahwa seluruh sikap, kebijakan, perilaku alat negara dan penduduk harus
berdasar dan sesuai hukum. Dalam negara hukum, hukumlah yang memegang komando
tertinggi dalam penyelenggaraan negara.
Dengan
demikiran dapat disimpulkan bahwa dalam
teori tipe-tipe utama negara yang berkembang dalam sejarah kita dapat mengetahui bahwa negara RI dikonstruksikan untuk menjadi negara modern, yaitu negara
hukum yang demokratis dan merupakan nomokrasi Pancasila.
BAB VIII
TEORI BENTUK
NEGARA DAN BENTUK PEMERINTAHAN
A. BENTUK NEGARA
Bentuk negara menyatakan susunan
atau organisasi negara secara keseluruhan, mengenai struktur negara yang
meliputi segenap umsur-unsurnya, yaitu
daerah, bangsa dan pemerintahan. Bentuk
negara melukiskan dasar negara, susunan
dan tata tertib suatu negara berhubungan
dengan organ tertinggi di negara itu itu dan kedudukan masing-masing organ
dalam kekuasaan negara. Teori bentuk negara bermaksud membahas sistem penjelmaan politis dari unsur-unsur negara.
1. Monarchie
Monarchie
(Kerajaan, Kesultanan, Kekaisaran) ialah negara
yang dikepalai oleh seorang raja,
bersifat turun temurun dan menjabat untuk seumur hidup. Selain raja,
kepala negara monarki dapat berupa Kaisar (Kaisar Jepang dan China sebelum dijajah
Inggris), Syah (Syah Iran) dan Sultan (Sultan Brunei).
Bentuk
negara monarki dapat dibedakan dalam tiga macam, yaitu :
a.
Monarki Mutlak (Absolut)
Yaitu seluruh kekuasaan negara berada di tangan raja dimana raja mempunyai
kekuasaan dan wewenang mutlak dan tidak terbatas.
Misalnya :
1) Prancis
di bawah Louis XIV dan XVI
2) Spanyol
di bawah Raja Philip II
3) Rusia di
bawah Tsar Nicholas
b.
Monarki Terbatas (Monarki Terbatas/Monarki dengan
undang-undang).
Yaitu suatu negara monarki dimana kekuasaan raja dibatasi oleh konstitusi/UUD.
Misalnya :
1) Kerajaan
Inggris dengan konstitusinya yang bersumber pada kebiasaan (konvensi).
b)
Monarki Parlementer
Yaitu suatu monarchi dimana terdapat suatu parlemen dimana para menteri
bertanggung jawab sepenuhnya.
Contoh : Kerajaan Belanda.
2. Republik
Republik
berasal dari bahasa latin, respublica
yang artinya kepentingan umum.
Negara
republik adalah negara dengan pemerintahan rakyat yang dikepalai oleh Presiden
sebagai kepala negara yang dipilih dari dan oleh rakyat untuk masa jabatan tertentu
(Di AS, presiden menjabat selama 4 tahun dan di Indonesia selama 5 tahun).
Negara
yang berbentuk republik contohnya adalah Republik Indonesia, Republik Filipina,
Republik Rakyat China.
Macam-macam
bentuk republik :
a. Republik
dengan sistem pemerintahan secara langsung (system
referendum) → Yunani Kuno dan Romawi
Kuno.
b. Republik
dengan sistem pemerintahan perwakilan rakyat (system parlementer) → Republik Indonesia pada saat berlakunya UUD
1950.
c. Republik
dengan sistem pemisahan kekuasaan (system
presidensil) → Republik Indonesia.
Pendapat beberapa ahli tentang
bentuk negara adalah sebagai berikut :
1. Niccolo Machiavelli
Dalam bukunya Il Principe (Sang
Raja), Niccolo Machiavelli menyatakan bahwa bentuk negara adalah republik dan
monarki.
2. Jellinek
Dalam bukunya Algemeine Staatslehre,
Jellinek membedakan bentuk negara monarki dan republik berdasarkan
pembenukan kemauan negara.
Bila pembentukan kemauan negara ditentukan oleh seorang saja maka bentuk negaranya adalah monarki.
Sedangkan jika kemauan negara ditentukan oleh lebih dari satu orang maka negara
yang terbentuk adalah republik.
Namun, jika bertitik tolak pada pendapat Jellinek, maka negara Inggris,
Swedia, Norwegia, Denmark, Nederland dan Belgia harus dikategorikan sebagai negara republik sebab negara-negara
tersebut terbentuk karena kemauan orang banyak, namun kenyataannya menurut HTN, negara-negara tersebut
berbentuk monarki.
Dengan demikian, alasan Jellinek kurang dapat diterima.
3. Leon Duguit
Dalam bukunya, Traitede Droit
Constitutionel, ia berpendapat bahwa untuk menentukan apakah suatu negara
berbentuk republik atau monarki adalah
dengan menggunakan ’cara penunjukkan/pengangkatan kepala negara’.
Jika kepala negara diangkat berdasarkan keturunan maka bentuk negaranya
adalah monarki. Sedangkan jika kepala
negara diangkat berdasarkan pemilihan maka bentuk negaranya adalah republik.
4. Otto Koellreuter
Otto menggunakan ukuran kesamaan dan ketidaksamaan dalam membedakan bentuk
negara. Sebenarnya ia setuju dengan Duguit tetapi karena ia seorang fasis
Jerman,maka Ia membagi negara ke dalam tiga bentuk, yaitu :
- Monarki
Monarki adalah suatu negara yang diperintah oleh suatu dinasti, dimana
kepala negara diangkat berdasarkan keturunan.
Oleh karena itu ia beranggapan bahwa pada dasarnya adalah ketidaksamaan
karena tidak setiap orang dapat menjadi
kepala negara.
- Republik
Bentuk republik didasarkan pada asas kesamaan, kepala negara diangkat
berdasarkan kemauan orang banyak dan
setiap orang memiliki hak yang sama untuk menjadi kepala negara. Kepala negara dalam negara republik tidak
diangkat berdasarkan keturunan atau kepribadian melainkan karena kemauan rakyat
secara politis dan kenegaraan.
- Autoritaren Fuhrerstaat
Kepala negara dalam Autoritaren
Fuhrerstaat diangkat atas dasar pikiran
bahwa yang dapat berkuasa disebut ’ger
Gedanken der staatsautoritat.
Jadi dalam Autoritaren Fuhrerstaat,
dasar ukurannya adalah ketidaksamaan. Namun,
asas ketidaksamaannya berbeda dengan monarki. Asas ketidaksamaan dalam monarki bertitik
tolak pada keturunan atau dinasti. Sedangkan pada Autoritaren Fuhrerstaat,
ketidaksamaannya bertitik tolak pada
pikiran yang dapat menguasai
negara.
5. Aristoteles
Aristoteles membedakan bentuk negara berdasarkan ukuran kuantitas untuk bentuk ideal dan
ukuran kualitas untuk bentuk pemerosotan.
Menurut Aristoteles, bentuk negara dibedakan dalam :
- Monarki
Apabila yang memerintah satu orang untuk orang banyak maka bentuk negaranya
adalah monarki, jika merosot dimana ia memerintah berdasarkan kepentingan
sendiri maka bentuknya adalah diktatur atau tirani.
- Aristokrasi
Bila negara diperintah oleh beberapa orang untuk kepentingan orang
banyak maka bentuk negara tersebut
adalah aristokrasi. Pemerosotan dari bentuk aristokrasi adalah jika beberapa
orang memerintah untuk kepentingan golongan sendiri maka bentuk negara menjadi
oligarkhi, sedangkan jika untuk kepentingan orang kaya maka dinamakan
plutokrasi.
Aristokrasi adalah negara yang pimpinan tertingginya dipegang oleh beberapa
orang, biasanya dari golongan feodal,
golongan yang berkuasa.
Golongan orang yang memegang kekuasaan dapat dibedakan berdasaran :
1) Kelahiran
(kebangsawanan)
2) Umur
3) Hak milik
atas tanah
4) Kekayaan
5) Kerajinan
6) Pendidikan
7) Fungsi
militer dll.
- Politiea
Jika yang memerintah seluruh orang dan demi kepentingan seluruh orang pula
maka bentuk negaranya adalah politiea. Jika merosot menjadi perwakilan maka
bentuk negaranya dinamakan demokrasi.
6. Polybios
Menurut Polybios, demokrasi merupakan bentuk ideal sedangkan bentuk
pemerosotannya adalah ochlocratie atau mobocratie.
Demokrasi berasal dari kata demos (rakyat)
dan kratein (kekuasaan).
Demokrasi adalah suatu negara dengan pemerintahan yang tertinggi terletak
di tangan rakyat dan setiap gerak langkah negara ditentukan oleh rakyat.
Syarat-syarat demokrasi antara lain adalah :
Macam-macam bentuk demokasi adalah :
a.
Demokrasi Langsung
Yaitu negara demokrasi dimana semua warga negara ikut secara langsung
memilih serta ikut memikirkan jalannya
pemerintahan.
Misalnya : Yunani Kuno, New England.
b.
Demokrasi Perwakilan
Yaitu suatu negara demokrasi dimana tidak semua warga negaranya
diikutsertakan secara langsung dalam pemerintahan tetapi mereka memilih
wakil-wakil mereka yang duduk dalam badan-badan perwakilan (parlemen).
Misalnya : USA dengan parlemennya,
Indonesia dengan DPR-nya.
7. C.F. Strong
Ia mengemukakan adanya 5 kriteria untuk melihat bentuk negara, yaitu :
- Melihat negara tersebut, bagaimana bangunannya, apakah kesatuan atau negara serikat.
- Melihat bagaimana konstitusinya.
- Melihat badan eksekutifnya, apakah bertanggung jawab kepada parlemen atau tidak.
- Mengenai badan perwakilan, bagaiaman disusunnya dan siapa saja yan berhak duduk di badan perwakilan tersebut.
- Bagaimana hukum yang berlaku di negara tersebut.
B. BENTUK PEMERINTAHAN
Teori mengenai bentuk
pemerintahan meninjau bentuk negara
secara yuridis. Bermaksud untuk mengungkapkan sistem yang menentukan hubungan antara alat-alat
perlengkapan negara dalam menentukan
kebijakan negara. Hal ini dapat ditemui dalam
konstitusi negara.
Sistem pemerintahan merupakan gabungan dari dua istilah, yaitu :
1.
Sistem
Menurut Carl J. Friedrich, sistem adalah
suatu keseluruhan terdiri dari beberapa bagian yang mempunyai hubungan
fungsional baik diantara bagian-bagian maupun hubungan fungsional terhadap keseluruhannya. Sehingga hubungan tersebut menimbulkan suatu ketergantungan antara
bagian-bagian. Akibatnya, jika salah
satu bagian tidak bekerja dengan baik akan mempengaruhi keseluruhannya.
2.
Pemerintahan
Pemerintahan adalah segala urusan yang dilakukan oleh negara dalam
menyelenggarakan kesejahteraan rakyatnya dan kepentingan negara sendiri.
Oleh karena itu jika kita membicarakan tentang sistem pemerintahan pada
dasarnya adalah membicarakan bagaimana pembagian kekuasaan serta hubungan
antara lembaga-lembaga negara menjalankan kekuasaan-kekuasaan negara itu, dalam rangka menyelenggarakan kepentingan
rakyat.
Pada dasarnya sistem pemerintahan
dapat dibedakan dalam :
1. Sistem Parlementer
Sistem parlementer merupakan sistem pemerintahan dimana
hubungan antara eksekutif dan
legislative (badan perwakilan) mempunyai hubungan yang erat. Hal ini disebabkan karena adanya
pertanggungjawaban para menteri kepada parlemen. Setiap kabinet yang dibentuk
harus mendapat dukungan kepercayaan
dengan suara terbanyak dari parlemen. Dengan demikian kebijakan parlemen
atau kabinet tidak boleh menyimpang dari apa yang dikehendaki oleh parlemen.
Ciri-ciri umum dari sistem pemerintahan parlementer
adalah :
a.
Kabinet yang dipimpin oleh Perdana Menteri dibentuk oleh
atau atas dasar kekuatan dan atau
kekuasaan-kekuasaan yang menguasai parlemen.
b.
Para kabinet mungkin seluruhnya atau para anggota kabinet
mungkin seluruh anggota parlemen, atau tidak seluruhnya dan mungkin pula
seluruhnya bukan anggota parlemen.
c.
Kabinet dengan ketuanya (eksekutif) bertanggung jawab
kepada parlemen.
d.
Kepala negara dengan saran PM dapat membubarkan kabinet.
e.
Kekuasaan kehakiman secara prinsipil tidak digantungkan
kepada lembaga eksekutif dan legislatif.
2. Sistem Presidensiil
Adalah suatu pemerintahan dimana kedudukan eksekutif tidak bertanggung jawab kepada badan
perwakilan rakyat. Dengan kata lain kekuasaan eksekutif berada di luar
pengawasan parlemen.
Ciri-ciri pemerintahan presidensiil :
a.
Presiden adalah kepala eksekutif yang memimpin kabinetnya
yang semuanya diangkat olehnya dan bertanggung jawab kepadanya. Ia sekaligus
merupakan kepala negra (lambang negara) dengan masa jabatan yang telah
ditentukan dengan pasti oleh UUD.
b.
Presiden tidak dipilih oleh badan legislatif tetapi
dipilih oleh sejumlah pemilih. Oleh karena itu ia bukan bagian dari badan
legislatif seperti dalam sistem pemerintahan parlementer.
c.
Presiden tidak bertanggung jawab kepada badan legislatif
dan tidak dapat dijatuhkan oleh badan legislatif. Sebaliknya, Presiden tidak dapat membubarkan
legislatif.
d.
Komparasi Sistem Pemerintahan Parlementer dengan Sistem
Pemerintahan Presidensiil
Perbedaan
diantara dua sistem pemerintahan tersebut disebabkan karena perbedaan latar
belakang sejarah politik masing-masing negara.
Secara umum perbedaan diantara dua
sistem pemerintahan tersebut adalah :
Sistem Pemerintahan
Parlementer
|
Sistem Pemerintahan
Presidensiil
|
1.
Latar Belakang Timbulnya
Timbul dari bentuk negara monarki yang kemudian
mendapat pengaruh dari pertanggungjawaban menteri. Raja berfungsi sebagai
faktor stabilisasi jika terjadi perselisihan antara eksekutif dan legislatif.
Misalnya : kerajaan Inggris, Belanda, Perancis.
2 Keuntungan
Penyesuaian antara pihak eksekutif dan legislatif dapat
lebih mudah dicapai.
3.
Kelemahan
a. Pertentangan
antara eksekutif dan legislatif dapat terjadi sewaktu-waktu, menyebabkan kabinet harus mengundurkan diri dan akibatnya pemerintahan tidak
stabil.
b. Sebaliknya, Presiden dapat
membubarkan legislatif.
c. Pada sistem parlementer dengan
multi partai (kabinet koalisi) apabila terjadi mosi tidak percaya dari
beberapa partai politik sehingga sering terjadi pergantian kabinet.
|
1.
Latar Belakang Timbulnya
Timbul dari keinginan untuk melepaskan diri dominasi kekuasaan raja
dengan mengikuti ajaran Montesquieu dengan ajaran Trias Politika.
Misalnya : negara USA timbul sebagai reaksi kebencian
terhadap raja George III (Inggris).
2.
Keuntungan
Pemerintahan untuk jangka waktu yang ditentukan itu
stabil.
3.
Kelemahan
Dapat terjadi kemungkinan tujuan negara yang telah ditetapkan oleh
eksekutif berbeda dengan legislatif.
|
3. Sistem Quasi
Sistem pemerintahan quasi merupakan bentuk variasi dari sistem pemerintahan
presidensiil dan parlementer. Dalam
sistem ini dikenal dua macam quasi, yaitu :
a.
Quasi Presidensiil
Presiden
merupakan kepala pemerintahan dengan dibantu oleh kabinet (ciri presidensiil)
tetapi dia bertanggung jawab kepada lembaga dimana dia bertanggung jawab
sehingga lembaga ini (legislatif) dapat menjatuhkan presiden/eksekutif (ciri
sistem parlementer).
Misalnya
: sistem pemerintahan Republik Indonesia.
b.
Quasi Parlementer
4. Sistem
Referendum
Referendum adalah suatu kegiatan politik yang dilakukan
oleh rakyat untuk memberikan keputusan setuju atau tidak setuju terhadap
kebijaksanaan yang ditempuh oleh
parlemen atau setuju atau tidak setuju
terhadap kebijaksanaan yang dimintakan persetujuan kepada rakyat.
Sistem referendum
merupakan bentuk variasi dari sistem quasi (quasi presidensiil) dan sistem presidensiil
murni. Tugas pembuat undang-undang berada di bawah pengawasan rakyat yang
mempunyai hak pilih. Pengawasan itu
dilakukan dalam bentuk referendum.Dalam sistem ini pertentangan antara eksekutif dan legislatif jarang terjadi.
Berkaitan dengan pengawasan rakyat dalam bentuk
referendum maka dikenal tiga macam
sistem referendum, yaitu :
a.
Referendum Obligator
Jika persetujuan dari rakyat mutlak harus diberikan dalam suatu pembuatan peraturan
perundang-undangan yang akan mengikat rakyat seluruhnya. Misalnya : persetujuan
yang dibuat oleh rakyat dalam pembuatan
UUD.
b.
Referendum Fakultatif
Sekelompok masyarakat berhak untuk meminta disahkannya suatu undang-undang
(melalui referendum) yang telah dibuat oleh parlemen setelah diumumkan. Hal ini
biasanya dilakukan terhadap undang-undang biasa.
c.
Referendum consultatif
Yaitu referendum untuk soal-soal tertentu
yang teknisnya rakyat tidak tahu.
Keuntungan dari sistem referendum adalah bahwa dalam
setiap masalah negara, rakyat ikut serta
menanggulanginya dan kedudukan pemerintah stabil sehingga pemerintah akan
memperoleh pengalaman yang baik dalam menyelenggarakan kepentingan rakyat.
Kelamahan dari sistem referendum adalah bahwa rakyat tidak mampu menyelesaikan setiap
masalah yang timbul karena untuk mengatasi suatu persoalan diperlukan
pengetahuan yang luas dari rakyat. Selain itu, sistem ini tidak dapat
dilaksanakan jika banyak terdapat perbedaan faham antara rakyat dan eksekutif
yang menyangkut kebijaksanaan politik.
Contoh sistem pemerintahan referendum adalah Swiss.
C. SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA
- Sistem Pemerintahan Pra-Amandemen UUD 1945
a. Sistem Pemerintahan Menurut Sifatnya
Berdasarkan
UUD 1945, sistem pemerintahan Indonesia adalah presidensiil, namun bukan sistem
presidensiil yang murni jika diukur dari
syarat-syarat yang harus ada dalam
sistem presidensiil.
Pasal 4
dan 17 UUD 1945 menunjukkan bahwa pemerintahan Indonesia menganut sistem
presidensiil dimana presiden menjadi kepala eksekutif (pemerintahan) dan
mengangkat serta memberhentikan para menteri yang bertanggung jawab kepadanya.
Namun,
jika dilihat dari Pasal 5 ayat (1) dan
dalam kaitannya dengan Pasal 21 ayat (2) UUD 1945, dapat disimpulkan bahwa sistem pemerintahan
presidensiil tersebut tidak sepenuhnya presidensiil karena berdasarkan pasal
tersebut presiden dan DPR bersama-sama
membuat UU. Hal ini berarti bahwa sistem
presidensiil di Indonesia tidak berdasarkan pelaksanaan ajaran Trias Politika.
Ciri-ciri
parlementer yang ada pada pemerintahan di Indonesia :
1.
Pertanggung jawaban Presiden kepada MPR
2.
Kedudukan Presiden sebagai mandataris pelaksana GBHN
Dengan
demikian berdasarkan Pasal 4 ayat (1)
dan Pasal 17 UUD 1945, sistem
pemerintahan di Indonesia adalah presidensiil karena presiden adalah eksekutif dan menteri-menteri
adalah pembantu presiden. Tetapi jika dilihat dari sudut pertanggungjawaban
presiden kepada MPR maka eksekutif dapat dijatuhkan oleh lembaga negara lain
(kepada siapa presiden bertanggung
jawab, hal ini merupakan ciri
pemerintahan parlementer). Maka sistem pemerintahan di Indonesia berdasarkan
UUD 1945 dapat disebut quasi presidensiil.
b. Sistem Pemerintahan Menurut Pembagian Kekuasaan
UUD 1945 tidak
menganut sistem pemisahan kekuasaan berdasarkan Trias Politika sebagaimana
diajarkan oleh Montesquieu, tetapi menganut sistem pembagian kekuasaan, karena
:
1)
UUD 1945 tidak membatasi secara tegas bahwa setiap
kekuasaan harus dilakukan oleh satu organ/badan tertentu yang tidak boleh saling campur tangan.
2)
UUD 1945 tidak membatasi kekuasaan dibagi atas tiga
bagian saja.
3)
UUD 1945 tidak membagi habis kekuasaan rakyat yang dilakukan oleh MPR (Pasal 1 ayat
2) kepada lembagalembaga negara lainnya.
UUD 1945
menetapkan 4 kekuasaan dan 7 lembaga negara, yaitu :
1)
Kekuasaan eksaminatif (Inspektif) → BPK
2)
Kekuasaan legislatif
→ DPR, DPD
3)
Kekuasaan eksekutif
(pemerintahan negara) → Presiden
dan Wakil Presiden.
4)
Kekuasaan yudikatif (kehakiman) → MA
(Mahkamah Agung), MK (Mahkamah Konstitusi) dan MY (Mahkaham Yudikatif)
Lembaga-lembaga
lain yang tidak diatur oleh UUD 1945 termasuk dalam organisasi pemerintahan
yang disebut sebagai lembaga pemerintah (regering-organen)
dan lembaga administrasi negara (administrative-organen).
Misalnya Pemerintahan Daerah dan Pemerintahan Desa.
c. Pokok Pikiran
Pemerintahan Negara Indonesia Menurut Penjelasan UUD 1945
Sistem
pemerintahan di Indonesia adalah presidensiil. Hal ini dijelaskan secara
sistematis dalam Penjelasan UUD 1945 yang memuat 7 buah kunci pokok, yaitu :
1)
Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechstaat)
Negara Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum
dan bukan kekuasaan belaka. Hal ini
berarti bahwa negara dalam melaksanakan tindakan apapun harus selalu dilandasi
oleh hukum atau segala tindakannya harus dapat dipertanggung jawabkan
secara hukum.
Negara hukum yang dimaksud oleh UUD 1945 bukanlah negara
hukum dalam arti formal (sebagai polisi lalu lintas atau penjaga malam) tetapi
negara hukum dalam arti material (dalam arti luas) yaitu negara tidak hanya
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia tetapi juga harus memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa.
2)
Sistem Konstitusional
Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar) dan tidak bersifat
absolutisme (kekuasaan yang tidak tak
terbatas).
Sistem ini menegaskan bahwa
pemerintahan negara dibatasi oleh konsitusi dan otomatis dibatasi juga
oleh ketentuan hukum yang merupakan produk konstitusional lainnya seperti GBHN,
UU dll.
Sistem ini juga memperkuat dan menegaskan sistem negara hukum.
Berdasarkan kedua sistem ini diharapkan dapat tercapai mekanisme hubungan
tugas dan hukum antara lembaga-lembaga negara yang dapat menjamin terlaksananya
sistem itu sendiri.
3)
Kekuasaan negara
yang tertinggi berada di tangan MPR
Kedaulatan rakyat dipegang oleh MPR
sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia.
Sebagai pemegang kekuasaan yang tertinggi, MPR mempunyai tugas dan
wewenang, yaitu :
a)
Menetapkan UUD dan
GBHN.
b)
Memilih dan mengangkat Presiden dan Wapres.
Majelis mengangkat dan melantik Kepala Negara dan Wakil Kepala Negara, oleh karena itu Kepala
Negara dan Wakil Kepala Negara harus tunduk dan bertanggung jawab kepada MPR.
4)
Presiden adalah penyelenggaran pemerintahan negara yang
tertinggi di bawah Majelis.
Presiden adalah penyelenggara pemerintahan tertinggi di bawah MPR. Dalam
menjalankan pemerintahan, kekuasaan dan tanggung jawab ada pada Presiden (concentration of power and responsibility
upon the President).
5)
Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR
Presiden harus bekerja sama dengan DPR tetapi Presiden tidak bertanggun
jawab kepada DPR,artinya kedudukan Presiden tidak tergantung dari DPR.
Presiden harus mendapat persetujuan dari DPR untuk membentuk UU serta
menetapkan APBN.
Presiden tidak dapat membubarkan DPR dan DPRpun tidak dapat menjatuhkan
presiden.
6)
Menteri Negara adalah pembantu Presiden, Menteri Negara
tidak bertanggung jawab kepada DPR.
Kedudukan menteri tidak tergantung pada DPR tetapi pada Presiden. Pengangkatan dan pemberhentian menteri merupakan wewenang
sepenuhnya Presiden (Pasal 17 ayat 2).
Menteri bertanggung jawab kepada Presiden.
Dengan petunjuk dan persetujuan Presiden, menteri-menterilah yang
sebenarnya menjalankan pemerintahan di bidangnya masing-masing.
7)
Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas
Kepala negara bukanlah dikatator karena ia harus mempertanggungjawabkan
tindakannya kepada MPR.
- Sistem Pemerintahan Pasca-Amandemen UUD 1945
a. Perubahan Pertama UUD 1945
Perubahan terhadap UUD 1945 terjadi
setelah timbulnya tuntutan reformasi,
yang diantaranya berkaitan dengan
reformasi konstitusi (constitutional
reform)
Sebelum terjadinya amandemen terhadap UUD 1945, kedudukan dan kekuasaan
presiden sangat dominan. Hal ini terlihat dalam kurun waktu demokrasi terpimpin 1959-1967 dimana MPR
(S) yang merupakan lembaga tertinggi
dikendalikan oleh presiden. Sedangkan
dalam kurun waktu 1967-1998, DPR yang
berdasarkan UUD 1945 mempunyai hak inisiatif (mengajukan usul RUU) tidak dapat
melakukan haknya karena semua RUU
berasal dari pemerintah.
Oleh karena itu, amandemen terhadap UUD 1945 dilakukan dengan tujuan untuk
:
1)
Mengurangi/mengendalikan kekuasaan presiden.
2)
Mengembalikan hak legislasi kepada DPR, sedangkan
presiden berhak untuk mengajukan RUU kepada DPR.
b. Perubahan Kedua UUD 1945
Perubahan kedua terhadap UUD 1945 dilakukan pada substansi yang meliputi
pemerintahan daerah, wilayah
negara, warganegara dan penduduk, hak asasi manusia, pertahanan dan keamanan
negara, bendera, bahasa, lambang negara
dan lagu kebangsaan, serta DPR, khususnya tentang keanggotaan, fungsi, hak
maupun tentang tata cara pengisiannya.
Berkaitan dengan pengisian
keanggotaan DPR, maka semua anggota DPR dipilih secara langsung oleh
rakyat.
c. Perubahan Ketiga UUD 1945
Perubahan ketiga dilakukan menurut teori konstitusi, terhadap susunan
ketatanegaraan yang bersifat mendasar. Dari perubahan terhadap UUD 1945
terlihat bahwa sistem pemerintahan yang dianut adalah sistem pemerintahan
pr
esidensiil.
Ciri-ciri sistem pemerintahan presidensiil terlihat pada
:
1)
Prosedur pemilihan
presiden dan wakil presiden
2)
Pertanggung jawaban presiden dan wakil presiden atas
kinerja kerjanya sebagai lembaga eksekutif.
d. Perubahan Keempat UUD 1945
Ada sembilan item pasal substansial
pada perubahan keempat UUD 1945, antara lain :
1)
Keanggotaan MPR
Berkaitan dengan keanggotaan MPR dinyatakan bahwa MPR terdiri atas anggota
DPR dan DPD yang dipilih melalui pemilu. Hal ini berarti tidak ada satupun
anggota MPR yang keberadaannya diangkat
sebagaimana yang terjadi sebelum amandemen, dimana anggota MPR yang
berasal dari unsur utusan daerah dan
ABRI melalui proses pengangkatan, bukan pemilihan.
2)
Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tahap kedua
3)
Kemungkinan Presiden dan Wakil Presiden berhalangan tetap.
4)
Kewenangan Presiden
Kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara mengalami
perubahan mendasar dimana setiap kebijakan Presiden harus mendapat persetujuan
atau sepengetahuan DPR.
Perubahan keempat ini membatasi kewenangan Presiden yang sebelumnya.
5)
Keuangan negara dan bank sentral
6)
Pendidikan dan kebudayaan
7)
Perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial
8)
Aturan tambahan dan aturan peralihan
9)
Kedudukan penjelasan UUD 1945.
Berdasarkan
ketentuan-ketentuan yang terjadi pada perubahan terhadap UUD 1945, langsung
atau tidak langsung mempengaruhi sistem pemerintahan, diantaranya pada :
- Konsep Negara Hukum
UUD 1945 pasca amandemen mempertegas deklarasi negara
hukum, dari yang semula hanya ada dalam Penjelasan, menjadi bagian dari Batang
Tubuh UUD 1945.
Implementasi
ketegasan konsep negara hukum
Indonesia adalah sistem pemilihan umum secara langsung oleh rakyat sehingga
mereka bebas dalam menentukan sikap dan pendapatnya.
Menurut Oemar Seno Adji, pemilu yang bebas merupakan hal
yang sangat fundamental bagi negara hukum karena melalui pemilu langsung,
akuntabilitas anggota parlemen semakin tinggi.
- Kedudukan Presiden
Sebelum amandemen UUD 1945, kedudukan dan kekuasaan Presiden sangat
dominan, terutama dalam praktek penyelenggaraan negara. Dengan amandemen UUD 1945 maka kekuasaan
Presiden dikurangi dengan mengembalikan kekuasaan legislatif kepada DPR. Selain
itu, periodisasi lembaga kepresidenan dibatasi secara tegas, dimana
seseorang hanya dapat dipilih sebagai
Presiden maksimal untuk dua kali periode jabatan.
- Sistem Pemerintahan
UUD 1945
pasca amandemen menetapkan dengan jelas mengenai sistem presidensiil dalam
sistem pemerintahan.
Menurut
Sri Soemantri, ciri-ciri sistem
presidensiil dalam UUD 1945 pasca amandemen antara lain adalah :
1)
Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh
rakyat.
2)
Presiden tidak lagi bertanggung jawab kepada MPR karena
lembaga ini tidak lagi bertindak sebagai pelaksana kedaulatan rakyat.
- Kedudukan MPR dan DPR
Melalui amandemen UUD 1945, MPR tidak lagi berkedudukan
sebagai lembaga tertinggi negara dan pemegang kedaulatan rakyat yang tertinggi.
Hal ini berimplikasi pada kewenangan MPR yang dulu
memiliki kedudukan strategis, melalui
amandemen maka kewenangannya menjadi :
1)
Mengubah dan menetapkan UUD
2)
Melantik Presiden dan atau Wakil Presiden
3)
Memberhentikan Presiden dan atau Wakil Presiden dalam
masa jabatannya menurut UUD 1945.
D. SUSUNAN NEGARA
Susunan negara menyatakan struktur organisasi dan fungsi pemerintahan dengan
tidak menyinggung struktur daerah maupun bangsa.
Susunan negara juga menyangkut bentuk negara yang ditinjau
dari segi susunannya yaitu berupa :
1.
Negara kesatuan à yaitu negara yang
bersusunan tunggal.
2.
Negara Federasi à yaitu negara yang
bersusunan jamak.
a.
Negara
Kesatuan
Negara kesatuan disebut juga uniterisme
atau eenheistaat, yaitu suatu negara
yang merdeka dan berdaulat dimana di seluruh negara yang berkuasa hanyalah satu
pemerintah yaitu pemerintah pusat. Pemerintah pusatlah yang mengatur seluruh
daerah. Jadi tidak terdiri dari beberapa negara yang berstatus negara bagian (deelstaat) atau negara dalam negara.
Dengan demikian dalam negara kesatuan hanya ada satu pemerintah, yaitu
pemerintah pusat yang mempunyai
kekuasaan serta wewenang tertinggi dalam bidang pemerintahan negara, menetapkan
kebijakan-kebijakan pemerintah dan melaksanakan pemerintahan negara baik di
pusat maupun di daerah serta di dalam atau di luar negeri.
Negara kesatuan mewujudkan kebulatan
tunggal, kesatuan (unity) dan
monosentris (berpusat pada satu).
Macam-macam negara kesatuan :
a.
Negara kesatuan dengan sistem sentralisasi
Dalam negara kesatuan dengan sistem sentralisasi maka semua urusan diurus
oleh pemerintah pusat. Pemerintah daerah tidak mempunyai hak untuk mengatur
daerahnya, pemerintah daerah hanya melaksanakan apa yang telah ditetapkan oleh
pemerintah pusat.
Contoh : Jerman di bawah Hitler.
b.
Negara kesatuan dengan sistem desentralisasi
Dalam negara kesatuan dengan sistem desentralisasi maka kepada daerah diberi kesempatan dan kekuasaan untuk mengatur rumah tangganya
sendiri. (otonomi daerah).
Contoh : Republik Indonesia.
2. Negara Federasi
Federasi berasal dari kata feodus
yang berari perjanjian atau persetujuan.
Dalam negara federasi atau negara serikat (bondstaat/bundesstaat) merupakan dua atau lebih kesatuan politik
yang sudah atau belum berstatus negara berjanji untuk bersatu dalam suatu
ikatan politik, dimana ikatan tersebut akan mewakili mereka secara keseluruhan.
Jadi merupakan suatu negara bagian yang masing-masing tidak berdaulat, karena
yang berdaulat adalah persatuan dari
negara-negara tersebut yaitu negara serikat (pemerintah federal).
Jadi, awalnya masing-masing negara
bagian tersebut merupakan negara yang merdeka, berdaulat serta berdiri
sendiri. Dengan menggabungkan dalam
suatu negara serikat maka negara yang tadinya berdiri sendiri, sekarang menjadi
negara bagian dan melepaskan sebagian kekuasaan yang dimilikinya dan
menyerahkannya kepada negara serikat.
Kekuasaan yang diserahkan disebutkan satu demi satu sehingga hanya
kekuasaan yang disebutkan saja yang
diserahkan kepada negara serikat (delegated
powers). Umumnya, kekuaaan yang diserahkan adalah hal-hal yang berhubungan dengan luar
negeri, pertahanan negara, keuangan dan
pos.
Dengan demikian kekuasaan yang diberikan bersifat terbatas karena kekuasaan
yang asli tetap ada pada negara bagian.
Anggota-anggota federasi tidak berdaulat dalam arti yang sesungguhnya
karena federasilah yang berdaulat.
Anggota suatu federasi disebut negara bagian (deelstaat, state, anton, lander).
Bentuk negara federasi tidak dikenal pada zaman kuno maupun abad pertengahan,
namun baru dikenal sekitar tahun 1787
ketika pembentuk konstitusi Amerika Serikat memilih federasi sebagai bentuk
pemerintahan mereka.
Menurut C.F. Strong, dalam bukunya Modern Political Institution diperlukan
dua syarat untuk mewujudkan suatu negara
federasi, yaitu :
a. Harus ada
perasaan nasional (a sense of nationality) diantara anggota-anggota kesatuan-kesatuan
politik yang hendak berfederasi.
b. Harus ada
keinginan dari anggota-anggota kesatuan politik akan persatuan (union).
Selain itu, negara federasi memiliki
tiga ciri khas, yaitu :
a.
Adanya supremasi konstitusi federasi.
b.
Adanya pembagian kekuasaan (distribution of power) antara negara bagian dengan negara federal.
c.
Adanya suatu kekuasaan tertinggi yang bertugas
menyelesaikan sengketa yang mungkin timbul antara negara bagian dengan negara
federal.
E. APLIKASI DI INDONESIA
Pembukaan UUD 1945 menyatakan bahwa
: ”....maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam susunan Negara
Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada.....”
Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 :
”Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik”.
Kemudian, sesuai dengan musyarawarah
Badan PPKI menyimpulkan bahwa bentuk negara adalah republik. Hal ini dapat
dilihat dari beberapa definisi, yaitu :
1.
Bentuk negara bukan monarki (kerajaan) →
Pasal 1 ayat (1) : ”Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang
berbentuk republik dan bukan kerajaan.
2.
Kepala negara dipilih dan tidak turun temurun →
Pasal 6 ayat (2) UUD 1945 : ”Presiden dan wapres dipilih oleh rakyat dan tidak turun
termururun.
3.
Masa jabatan kepala negara ditentukan dalam jangka waktu
tertentu → Pasal 7 UUD 1945 : Presiden dan wakil
presiden memegang jabatan selama lima tahun.
BAB IX
TEORI KEDAULATAN
Teori
kedaulatan (Souvereiniteit) pertama
kali dikemukakan oleh Jean Bodin. Kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi untuk
menentukan hukum dalam negara. Sifat-sifat kedaulatan adalah tunggal, asli dan
tidak terbagi.
Setiap masyarakat dalam suatu negara
mengakui adanya kekuasaan yang paling tinggi dalam hidup mereka kekuasaan tertinggi inilah yang mendominasi
hidup mereka, menjadi alasan yang
menguasai hidup mereka. Demikian pula dengan suatu negara yang merupakan
pencerminan rakyat mengakui adanya kekuasaan yang tertinggi. Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau golongan
untuk dapat merubah sikap dari kebiasaan orang lain.
Pada intinya, hanya ada tiga
hal yang dianggap berdaulat dalam
suatu masyarakat atau negara, yaitu :
1.
Tuhan
Tuhan dikatakan memiliki kekuasaan
tertinggi atau berdaulat karena
Tuhanlah yang menciptakan segala sesuatu dan berkuasa atas segala
sesuatu.
2.
Raja
Raja dikatakan berdaulat karena
secara konkret dapat memerintah dan mengatur rayat yang hidup dalam
naungan kekuasaannya secara bijaksana.
Namun seringkali kekuasaan raja
yang absolut menyebabkan tirani dan menindas rakyat sehingga timbul
pemikiran bahwa raja tidak pantas
berdaulat, rakyatlah yang harus berdaulat atas dirinya sendiri.
3.
Rakyat
Rakyat diletakkan sebagai pemegang kekuasaan tertinggi (berdaulat) untuk
menghindari penindasan dari raja yang absolut
dan orang yang mengatasnamakan agama.
Pada masa renaissance atau aufklarung (abad pencerahan), para pendeta yang mengatasnamakan
agama Kristen dan kaum Monarch di Eropa berebut kekuasaan untuk menguasai kehidupan rakyat. Keduanya
berusaha meyakinkan rakyat sebagai wakil Tuhan di muka bumi (cari : teori Dua
Pedang).
Pemikiran bahwa rakyatlah yang
berdaulat menimbulkan ide kedaulatan rakyat dan pemerintahan dari rakyat dan
oleh rakyat melalui parlemen (demokrasi perwakilan). Pelaksanaan teori kedaulatan rakyat
berikutnya melahirkan teori kedaulatan hukum. Sedangkan pelaksana teori
kedaulatan raja dalam suasana kedaulatan rakyat
memunculkan teori kedaulatan negara.
Pada awalnya, dalam Ilmu Negara umum
terdapat lima teori kedaulatan namun pada perkembangan terakhir kaum
pluralis memunculkan teori kedaulatan
plural yang meletakkan kedaulatan secara fungsional kepada beberapa
hal/instansi.
Teori kedaulatan yang dikenal saat ini adalah :
1.
Teori Kedaulatan Tuhan
à melahirkan sifat Teosentris = Teokrasi.
2.
Teori Kedaultan Raja
à melahirkan sifat Monarkis.
3.
Teori Kedaulatan Rakyat
à melahirkan sifat Demokratis
4.
Teori Kedaulatan Negara
à melahirkan sifat Fascistis/Otoritarian.
5.
Teori Kedaulatan
Hukum à melahirkan sifat
Nomokratis (rechstaat dan rule
of law).
6.
Teori Kedaulatan Pluralis
à melahirkan sifat Pragmatis-Pluralis.
A. TEORI KEDAULATAN TUHAN
Teori Kedaulatan Tuhan mengatakan
bahwa kekuasaan tertinggi dalam satu negara adalah milik Tuhan. Teori ini
berkembang pada abad pertengahan (abad V – XV).
Perkembangan teori ini berkaitan erat dengan perkembangan agama Katolik
yang baru muncul yang diorganisir oleh
gereja. Sehingga pada saat itu
ada dua organisasi kekuasaan, yaitu
organisasi kekuasaan negara yang
diperintah oleh raja dan organisasi kekuasaan gereja yang dikepalai oleh Paus.
Awalnya perkembangan agama
Katolik/Kristen ditentang dengan sangat
kuat karena bertentangan dengan
kepercayaan yang dianut yaitu pantheisme
(penyembahan kepada dewa-dewa).
Namun pada akhirnya agama Kristen/Katolik dapat berkembang dengan baik dan bahkan diakui
sebagai satu-satunya agama resmi, agama negara.
Sejak saat itu, gereja mempunyai
kekuasaan yang nyata dan dapat mengatur kehidupan negara, tidak saja yang
bersifat keagamaan tetapi juga yang bersifat keduniawian. Hal ini seringkali
menimbulkan permasalahan karena baik gereja maupun negara kadang-kadang
mengeluarkan peraturan tersendiri untuk mengatasi masalah yang sama. Selama peraturan tersebut tidak bertentangan
tentu saja tidak menimbulkan masalah, namun jika peraturan tersebut saling
bertentangan maka timbul persoalan, peraturn mana yang akn ditaati.
Penganut teori teokrasi antara lain
adalah Augustinus, Thomas Aquinas dan Marsilius.
B. TEORI KEDAULATAN RAJA
Menurut Marsilius, kekuasaan
tertinggi dalam negara ada pada raja karena raja adalah wakil Tuhan untuk
melaksanakan kedaulatan di dunia. Oleh
karena itu raja berkuasa mutlak dan merasa
bahwa seluruh tindakannya adalah kehendak Tuhan. teori ini terutama dipakai pada zaman renaissance.
C. TEORI KEDAULATAN NEGARA
Menurut George Jellineck, hukum diciptakan oleh negara. Adanya hukum
karena adanya negara. Jellineck
mengatakan bahwa hukum merupakan
penjelmaan kemauan negara. Negara adalah
satu-satunya sumber hukum, oleh karena itu kekuasaan tertinggi harus dimiliki
oleh negara.
D. TEORI KEDAULATAN HUKUM
Leon Duguit dalam bukunya, Traite de
Droit Constitutionel
berpendapat bahwa hukum merupakan penjelmaan dari kemauan negara tetapi negara
tunduk pada hukum yang dibuatnya. Menurut Krabbe, yang memiliki kekuasaan
tertinggi dalam negara adalah hukum.
Atas kritik Krabe, Jellineck yang berpendapat bahwa kekuasaan
tertinggi dimiliki oleh negara,
mempertahankan pendapatnya dengan
mengemukakan teori Selbstbindung
yaitu teori yang menyatakan bahwa negara
tunduk pada hukum secara sukarela.
Tetapi menurut Krabbe, selain
negara masih ada faktor kesadaran hukum dan rasa keadilan, dengan demikian,
yang berdaulat tetap hukum dan bukan negara.
Paham Krabbe dipengaruhi aliran historis yang dipelopori oleh Von Savigny
yang menyatakan bahwa hukum timbul bersama-sama
dengan kesadaran hukum masyarakat. Hukum tidak tumbuh atas kehendak
negara atau kemauan negara, oleh karena itu berlakunya hukum terlepas dari kemauan negara.
E. TEORI KEDAULATAN RAKYAT
Ajaran dari kaum Monarchomachen
khususnya ajaran dari Johannes Althusius diteruska oleh sarjana dari aliran hukum alam,
tetapi sarjana dari aliran hukum alam ini mempunyai kesimpulan baru yaitu bahwa
semua individu melalui perjanjian masyarakat membentuk masyarakat dan kepada
masyarakat inilah para individu menyerahkan kekuasaannya. Selanjutnya,
masyarakat menyerahkan kekuasaan tersebut kepada raja. Jadi sesungguhnya raja
mendapatkan kekuasaan dari individu-individu tersebut.
Individu-individu tersebut
mendapatkan kekuasaan dari hukum alam.
Hukum alam inilah yang menjadi dasar kekuasaan raja. Dengan demikian kekuasaan
raja dibatasi oleh hukum alam dan karena raja mendapatkan kekuasaan dari rakyat maka yang memegang
kekuasaan tertinggi adalah rakyat. Jadi, yang berdaulat adalah rakyat, raja
hanya merupakan pelaksana dari apa yang
telah diputuskan atau dikehendaki oleh rakyat.
Hal ini menimbulkan ide baru tentang kedaulatan, yaitu kedaulatan
rakyat yang dipelopori oleh J.J.
Rousseau.
Menurut pendapat Rousseau,
rakyat bukanlah penjumlahan dari
individu-individu di dalam negara tetapi kesatuan yang dibentuk oleh individu-individu dan yang mempunyai kehendak. Kehendak diperoleh dari individu melalui
perjanjian masyarakat. Kehendak tersebut
oleh Rousseau disebut kehendak umum (volonte generale) yang dianggap
mencerminkan kehendak umum.
Jika yang dimaksud rakyat adalah
penjumlahan individu-individu dalam negara
maka kehendak yang ada padanya bukan kehendak umum (volonte generale) tetapi volonte
de tous. Jika pemerintahan negara dipegang oleh beberapa/segolongan orang
yang merupakan kesatuan tersendiri dalam negara dan mempunyai kehendak sendiri
(volonte de corps), maka volonte generale akan jatuh bersamaan dengan jatuhnya volonte de corps. Jika pemerintahan
hanya dipegang oleh satu orang yang
mempunyai kehendak sendiri (volonte
particuliere) maka volonte generale akan
jatuh bersamaan dengan jatuhnya volonte
particuliere. Oleh karena itu
pemerintahan harus dipegang oleh rakyat, rakyat mempunyai perwakilan
dalam pemerintahan agar volonte generale dapat
terwujud.
Kedaulatan rakyat menurut
Rousseau pada prinsipnya adalah cara
untuk memecahkan masalah berdasarkan
sistem tertentu yang memenuhi kehendak umum.
Kehendak umum bersifat abstrak (hanya khayalan) dan kedaulatan adalah kehendak umum.
Teori kedaulatan rakyat diikuti oleh Immanuel Kant yang mengatakan bahwa tujuan negara adalah untuk menegakkan hukum dan
menjamin kebebasan warga negaranya. Kebebasan disini adalah kebebasan dalam batas
perundang-undangan dan yang berhak membuat undang-undang adalah rakyat. Oleh
karena itu undang-undang merupakan penjelmaan kemauan rakyat sehingga yang memiliki kekuasaan tertinggi
atau berdaulat adalah rakyat.
F. TEORI KEDAULATAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 Amandemen
ketiga menyatakan bahwa : ”Kedaulatan
ada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang”. Berdasarkan pasal tersebut jelaslah
bahwa negara Republik Indonesia
menganut teori kedaulatan rakyat. Rakyatlah yang memegang kekuasaan tertinggi.
Disamping itu, karena negara Republik Indonesia menganut demokrasi yang berdasarkan konstitusi (constitutional democracy), maka
kedaulatan harus dilaksanakan berdasarkan konstitusi (menurut UUD).
Frasa ’menurut UUD’ menimbulkan
tafsiran lebih lanjut bahwa kedaulatan
harus dijalankan berdasarkan pembagian kekuasaan yang ada dalam konstitusi.
Kedaulatan harus dijalankan secara fungsional oleh lembaga-lembaga yang
disebutkan oleh konstitusi. Hal ini
berarti bahwa masing-masing lembaga
menjalankan kedaulatan berdasarkan fungsinya masing-masing. Dengan
demikian kedaulatan tidak lagi berada pada satu lembaga tetapi secara plural
berada pada lembaga-lembaga yang
dibentuk UUD. Hal inilah yang
menimbulkan teori kedaulatan pluralis dimana kekuasaan tertinggi diletakkan
menurut fungsi kelembagaan masing-masing,
mekanisme hubungan tata kerja antar lembaga dapat berjalan dengan
demokratis.
Sebagian pakar termasuk Ismail Sunny
berpendapat bahwa selain menganut
kedaulatan rakyat, negara Republik
Indonesia menganut teori kedaulatan
Tuhan dan kedaulatan Hukum sekaligus.
Pernyataan bahwa negara Republik
Indonesia menganut teori kedaulatan Tuhan didasarkan pada Pembukaan UUD 1945
(”Atas berkat rahmat Allah). Selain itu, Pasal 29 UUD 1945 menyebutkan bahwa Negara berdasar
atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini
menunjukkan bahwa seluruh sendi kehidupan
negara harus mengacu pada nilai-nilai Ketuhanan. Pilihan norma dan keputusan
politik tidak boleh menyimpang dari
nilai ketuhanan (ajaran agama) yang
diakui oleh seluruh bangsa Indonesia. Pancasila sebagai dasar negara
mendudukkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa
sebagai sila pertama. Sedangkan pernyataan bahwa Indonesia menganut teori
kedaulatan hukum terdapat dalam Pasal 1
ayat (3) UUD 1945 amandemen ketiga yang
menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum (rechstaat) dan bukan negara atas kekuasaan belaka (machstaat).
Kesimpulan yang dapat ditarik adalah
bahwa Negara Republik Indonesia menganut teori kedaulatan Tuhan, kedaulatan
rakyat dan kedaulatan hukum sekaligus.
Dalam operasionalisasi kedaulatan,
negara Republik Indonesia menganut
teori kedaulatan pluralis karena masing-masing lembaga berdaulat atas
fungsinya yang telah diberikan oleh konstitusi.
Dikatakan pluralis karena tidak ada lagi lembaga tunggal yang memegang
kedaulatan.
BAB X
izin copas nya, oya sekali2 datang ke bolog saya untuk mendaa ide2 yang cemerlang.
BalasHapusblog ,,
ciee.. yg punya BOLOG dan MENDAA ide2 yg cemerlang.
BalasHapuskalo mazzhab ilmu negara apaan ya...???
BalasHapusBisa tolong share tentang kelembagaan negara baru dan perannya.
BalasHapusPake buat tugas.pliss
Makasih.
Bagus
BalasHapusCasinos Near Harrah's Casino & Resort – Mapyro
BalasHapusExplore 972 Casinos & 2611 reviews, 28 photos and 11 tips from 청주 출장마사지 9003 visitors to Casinos Near Harrah's 메이피로출장마사지 Casino & Resort. "This place is built for 전라남도 출장안마 the 태백 출장마사지 gambler and 여수 출장마사지